Namun, ia engggan menyebutkan perkiraan berapa besaran inflasi yang akan disebabkan oleh kenaikan harga BBM yang senonoh, disaat harga minyak dunia turun secara drastis.
Baca Juga: Jokowi Buka-bukaan soal Kondisi Kesehatannya, Usai Diisukan Sakit Autoimun
"Memang kita lihat kenaikan harga BBM kemarin akan mendorong inflasi September dan Oktober meningkat," ujar Suahasil dalam wawancara dengan CNBC TV, Senin (5/9)
Namun, ia memperkirakan indeks harga konsumen (IHK) akan kembali normal pada November mendatang.
"Kita nanti akan melihat semoga di November kembali ke pola normal. Biasanya inflasi seperti ini cepat dalam 1-2 bulan naik, kemudian bulan ketiga mulai normalisasi," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, ia mengatakan subsidi bakal tetap bengkak hingga Rp650 triliun meski harga BBM sudah dinaikkan.
"Dengan kenaikan pertalite dan solar yang kemarin, maka kita perkirakan tidak jadi Rp698 triliun, tapi di sekitar Rp650 triliun. Jadi subsidinya masih besar sekali sebenarnya," ujar Suahasil dalam wawancara dengan CNBC TV, Senin (5/9).
Suahasil menambahkan bahwa perkiraan subsidi Rp650 triliun tersebut dihitung berdasarkan kuota pertalite dan solar yang baru.
Baca Juga: Puluhan Rumah Rusak Akibat Angin Kencang Melanda Temanggung Jateng
"Artinya, pertalite tadinya kita perkirakan hanya 23 juta kiloliter (kl) sudah kita naikkan jadi 29 juta kl. Kalau solar yang tadinya kita perkirakan 15 juta kl, sudah kita naikkan jadi 17,4 juta kl," ungkap Suahasil.
Sebelumnya, Presiden Jokowi resmi menaikkan harga BBM bersubsidi, yakni pertalite dan solar. Jokowi mengatakan hal ini terkait dengan peningkatan subsidi dari APBN.
"Yaitu, mengalihkan subsidi BBM sehingga harga beberapa jenis BBM yang selama ini dapat subsidi mengalami penyesuaian," kata dia.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan pertalite naik menjadi Rp10.000 dan solar menjadi Rp6.800. "Pemerintah memutuskan menyesuaikan harga BBM subsidi pertalite menjadi Rp10.000, kemudian solar subsidi Rp6.800 per liter," terang dia.
(***)