Bikin Aula Raksasa Rp 4,9 Triliun di Gedung Putih, Trump Digugat

R24/riz
Donald Trump
Donald Trump
<p>RIAU24.COM Rencana Presiden Amerika Serikat, Donald Trump bangun ballroom atau aula di kompleks Gedung Putih, menyulut gugatan hukum dari Kelompok Pelestarian Sejarah.

Proyek senilai US $300 juta atau setara Rp 4,9 triliun (kurs Rp 16.660), dinilai ancam keutuhan bangunan ikonik paling bersejarah di Amerika Serikat setelah pembongkaran sayap Timur Gedung Putih.

Pembangunan aula raksasa ini menjadi salah satu perubahan besar yang dilakukan Trump sejak kembali menjabat.

Pembangunannya akan dilakukan di bekas Sayap Timur Gedung Putih yang telah dihancurkan. Selain itu, Trump juga menambahkan dekorasi bernuansa emas di Ruang Oval serta melapisi area Taman Mawar dengan paving untuk dijadikan teras luar, menyerupai suasana kediamannya di Mar-a-Lago, Florida.

Baca Juga: Terinfeksi Wabah Campak, Ratusan Warga di AS Dikarantina

Melansir dari Reuters, Senin (15/12), National Trust for Historic Preservation menggugat Trump dan beberapa lembaga federal untuk menghentikan pembangunan aula raksasa seluas 90.000 kaki persegi itu. Gugatan dilakukan di pengadilan federal di Washington.

Kelompok pelestarian sejarah tersebut menilai proyek pembangunan berjalan tanpa tinjauan hukum yang memadai.

Selain itu, mereka menyoroti tidak adanya persetujuan komisi federal serta tidak adanya keterlibatan suara publik, sebagaimana diwajibkan undang-undang.

"Tidak ada presiden yang secara hukum diperbolehkan untuk merobohkan sebagian Gedung Putih tanpa pengawasan apapun, bukan Presiden Trump, bukan Presiden Biden, dan bukan siapa pun," ujar Kelompok Pelestarian Sejarah dalam gugatan tersebut, dikutip melalui Reuters.

National Trust menilai Trump telah melanggar sejumlah hukum federal, termasuk undang-undang prosedur administratif dan undang-undang kebijakan lingkungan nasional. 

Trump telah melampaui kewenangan konstitusional dengan tidak meminta persetujuan Kongres sebelum pembongkaran dan pembangunan dilakukan.

Hakim Distrik Amerika Serikat, Richard Leon bahkan menyatakan akan menggelar sidang darurat guna mempertimbangkan gugatan perintah sementara pemberhentian proyek konstruksi tersebut. 

Gugatan kelompok pelestarian sejarah juga menuding Trump mengabaikan kewajiban konsultasi dengan Komisi Perencanaan Ibu Kota Nasional dan Komisi Seni Rupa. 

Padahal, konsultasi itu harusnya dilakukan sebelum Sayap Timur dibongkar dan dimulainya pembangunan aula, yang ukurannya hampir dua kali lipat seperti Gedung Putih sebelum pembongkaran.

Dilansir dari AP News, Senin (15/12), gugatan ini juga disebut sebagai upaya paling serius untuk menghentikan proyek perluasan Gedung Putih.

Proyek ini dinilai sebagai perubahan arsitektural paling agresif sejak renovasi besar-besaran era Presiden Harry Truman.

Berbeda dengan Trump, Presiden Truman kala itu secara eksplisit meminta izin Kongres dan mendapatkan alokasi anggaran.

Ia juga berkonsultasi dengan Komisi Seni Rupa, serta membentuk komisi bipartisan untuk mengawasi proyek renovasi Gedung Putih.

Menanggapi gugatan tersebut, pihak Gedung Putih menegaskan bahwa Trump memiliki kewenangan penuh untuk melakukan perubahan pada bangunan tersebut.

Juru bicara Gedung Putih, Davis Ingle juga menyebut bahwa presidennya memiliki wewenang hukum penuh atas apapun yang terjadi pada proyek konstruksi Gedung Putih.

"Presiden Trump memiliki wewenang hukum penuh untuk memodernisasi, merenovasi, dan memperindah Gedung Putih, sama seperti yang dilakukan semua pendahulunya," ujarnya, dikutip dari Reuters.

Baca Juga: PM Australia Akan Perketat UU Senjata Api usai Penembakan Massal di Bondi

Pernyataan tersebut disampaikan tanpa adanya keterangan tegas yang menyebut apakah Trump akan mengadakan kongres persetujuan di kemudian hari. 

Juru bicara gedung putih, tidak spesifik menjawab atas apa yang digugatkan oleh National Trust. Kelompok itu menekankan keterlibatan publik adalah aspek krusial dalam proyek yang menyangkut simbol negara.

"Mengundang komentar dari rakyat Amerika menandakan rasa hormat dan membantu memastikan warisan abadi yang sesuai dengan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat," ujar Presiden National Trust, Carol Quillen.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak