Jokowi Disebut Gagal Yakinkan Prabowo, Signal Hubungan Keduanya Retak? 

R24/zura
Jokowi Disebut Gagal Yakinkan Prabowo, Signal Hubungan Keduanya Retak? 
Jokowi Disebut Gagal Yakinkan Prabowo, Signal Hubungan Keduanya Retak? 

RIAU24.COM - Dua jam pertemuan tertutup antara Presiden Prabowo Subianto dan mantan presiden Joko Widodo di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, memunculkan beragam tafsir politik. 

Momen yang berlangsung tanpa pernyataan resmi itu menimbulkan pertanyaan: apakah ini bentuk komunikasi rutin dua tokoh yang dulu satu gerbong, atau sinyal awal retaknya hubungan kekuasaan?

Beberapa pengamat menilai, pertemuan itu tidak sekadar silaturahmi personal. Hari Purwanto, Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), melihatnya sebagai pertemuan sarat makna politik yang menandai perubahan arah hubungan antara kedua tokoh tersebut.

Kertanegara, Simbol Kekuasaan Lama

Menurut Hari, lokasi pertemuan sendiri sudah berbicara banyak. Rumah di Kertanegara bukan sekadar tempat tinggal pribadi, melainkan simbol politik yang kuat—di sana, Jokowi dulu memimpin proses seleksi kabinet dan rapat-rapat strategis ketika masih menjabat presiden.

“Lokasi itu punya memori kekuasaan. Kalau Prabowo datang ke Kertanegara, artinya dia mendatangi panggung lama Jokowi, bukan sebaliknya. Ini menandakan posisi tawar yang sedang diuji,” ujar Hari Purwanto, mengutip Kanal YouTube Forum Keadilan TV, Senin (13/10/2025). 

Pertemuan dua jam itu, lanjutnya, besar kemungkinan membicarakan dua hal sekaligus: urusan negara dan urusan keluarga. 

“Jokowi tentu masih punya kepentingan politik dan sosial, termasuk masa depan anak-anaknya di lingkar kekuasaan,” kata Hari.

Sinyal Tegangan: Absen di HUT TNI

Sehari setelah pertemuan itu, publik dikejutkan oleh ketidakhadiran Jokowi dalam upacara peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 TNI di Monas. Jokowi, yang selama satu dekade terakhir selalu hadir dalam peringatan serupa, kali ini memilih absen tanpa keterangan rinci.

Bagi Hari Purwanto, absennya Jokowi justru memperkuat dugaan bahwa pertemuan di Kertanegara tidak berjalan mulus.

“Kalau dua jam sudah bicara dan semuanya baik-baik saja, mengapa mantan presiden tidak hadir dalam acara kenegaraan sebesar itu?” ujarnya.
“Ini menandakan ada perbedaan pandangan atau bahkan ketegangan yang belum terselesaikan.”

Indikasi lain, tambahnya, muncul ketika beberapa hari setelah pertemuan itu, Jokowi diketahui memanggil sejumlah menteri, termasuk Menteri Riset dan Teknologi. Langkah tersebut dinilai sebagai tindak lanjut dari pembahasan yang belum tuntas di Kertanegara.

Isu Keluarga dan Ketidakterbukaan

Salah satu isu sensitif yang disebut Hari sebagai “beban tersembunyi” antara dua tokoh itu ialah soal transparansi politik di sekitar keluarga Jokowi, termasuk kontroversi seputar ijazah Gibran Rakabuming Raka dan keterlibatan keluarga di jabatan publik.

“Prabowo mungkin mulai merasa tidak nyaman. Ia sedang berupaya menata pemerintahan sendiri, tapi masih digelayuti bayang-bayang kekuasaan lama. Itu yang saya sebut: Prabowo mulai resah digelendoti Jokowi,” katanya.

Menurut Hari, kondisi itu membuat pertemuan dua jam di Kertanegara sulit mencapai kesepakatan berarti. Ia menilai, tidak ada “titik temu ideal” di antara keduanya.

“Tanda-tandanya jelas: Jokowi tidak hadir di upacara, agenda pasca pertemuan makin tertutup, dan isu-isu keluarga masih menggantung,” ujarnya.

Dinamika Politik Menuju Arah Baru

Hari Purwanto memperkirakan, dalam waktu dekat, Prabowo akan mulai mengerem pengaruh politik Jokowi di lingkar kekuasaan. Langkah itu tidak akan dilakukan secara frontal, tetapi melalui “pembersihan senyap” terhadap pejabat strategis yang masih loyal kepada rezim lama.

“Prabowo akan memilih jalan pelan tapi pasti. Tidak mungkin ia langsung memutus hubungan dengan Jokowi, tapi akan memperkuat lingkar dalamnya sendiri,” kata Hari.

Menurutnya, arah pemerintahan akan semakin condong pada agenda pribadi Prabowo, seperti program makan bergizi gratis dan peningkatan sektor pertahanan.

Namun, tantangan terbesarnya bukan pada oposisi luar, melainkan pada “sisa kekuatan” di dalam pemerintahan. 

“Apakah Prabowo cukup kuat menegakkan agenda barunya tanpa terus dibayangi oleh kekuatan lama dari era Jokowi?” tanya Hari.

Akhir dari Duet atau Awal Babak Baru?

Bagi banyak pengamat, relasi Prabowo–Jokowi merupakan fenomena unik dalam sejarah politik Indonesia modern: rival yang berubah menjadi rekan, lalu berpotensi kembali berseberangan.

Bila benar pertemuan di Kertanegara menandai perubahan arah, maka babak baru hubungan kekuasaan di Jakarta mungkin sedang dimulai.

Hari Purwanto menutup analisanya dengan nada reflektif:
“Bisa jadi pertemuan dua jam itu adalah salam perpisahan politis. Jokowi ingin memastikan kepentingan tertentu, sementara Prabowo ingin menegaskan batasnya.
Keduanya sama-sama tahu, tidak ada kekuasaan yang abadi. Yang abadi adalah kepentingan dan pergeseran pengaruh.”

Meski begitu, dunia politik Indonesia terkenal cair. Loyalitas dapat berubah, kompromi bisa tercipta kapan saja, tergantung dinamika kepentingan. Publik kini menunggu apakah Presiden Prabowo benar-benar akan menegaskan kemandirian politiknya, atau justru tetap menampung bayangan Jokowi dalam pemerintahannya.

Yang jelas, dua jam di Kertanegara telah membuka kembali perdebatan lama: siapa sebenarnya yang memegang kendali di istana — Prabowo sebagai presiden yang sah, atau Jokowi sebagai mantan presiden dengan jejaring yang masih berpengaruh?

(***) 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak