RIAU24.COM -Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) mengusulkan 10 rekomendasi terkait penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Sebanyak 10 poin usulan ini disampaikan oleh Wakil Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Mugiyanto, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR RI.
"Ada 10 isu yang kami identifikasi sebagai isu yang krusial terkait hak asasi manusia dalam RUU KUHAP," kata Mugiyanto di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Jakarta, Senin (22/9/2025).
1. Penangkapan
Menurutnya, poin soal penangkapan dalam RUU KUHAP hanya mensyaratkan cukup alasan tanpa standar yang jelas atau terlalu umum.
"Rekomendasi kami adalah untuk memperjelas bukti permulaan yang sahih, wajib pencatatan perinci, dan bawa ke hakim maksimum 48 jam," ucap Mugiyanto.
2. Penahanan praperadilan
Kedua, soal penahanan praperadilan dalam RUU KUHAP dinilai terlalu umum. Kementerian HAM pun menyarankan supaya diterapkan prinsip least restrictive measures dengan alternatif adanya jaminan, wajib lapor, larangan bepergian, dan lain-lain, sesuai dengan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR).
3. Alasan penahanan
Kemudian, soal alasan penahanan juga dinilai terlalu abstrak atau generik. "Kami merekomendasikan supaya rumusannya dibuat lebih spesifik, terukur, dan dapat diverifikasi. Ini sesuai dengan Konvensi Anti Penyiksaan Pasal 2 dan 11 yang menegaskan penahanan tanpa dasar yang jelas membuka ruang penyiksaan," imbuhnya.
4. Evaluasi penahanan
Mugiyanto menyebut Pasal 29 RUU KUHAP hanya memuat evaluasi tanpa frekuensi yang jelas. Kementerian HAM pun merekomendasikan adanya evaluasi secara berkala, misalnya ditetapkan tiap dua bulan, substansial dengan kehadiran penasihat hukum.
5. Pemisahanan tahanan
Kementerian HAM juga melarang adanya tahanan di kantor penyidik serta pemisahan tahanan praperadilan dan narapidana. Sebab dalam Pasal 31 tidak mengatur pemisahan tahanan praperadilan.
6. Penahanan sewenang-wenang dan kompensasi
Keenam, ia menyorot soal penahanan sewenang-wenang dan kompensasi. Kementerian HAM menyarankan agar ditambahkan mekanisme kompensasi yang segera, efektif, dan mencakup pemulihan penuh.
7. Otoritas penahanan
Kemudian, Mugiyanto menekankan soal otoritas penahanan, khususnya soal peran dominan pada penyidik dan penuntut.
"Rekomendasi kami hanya hakim yang independen yang boleh memperpanjang penahanan," lanjutnya.
8. Bantuan hukum
Terkait bantuan hukum dalam Pasal 54 juga menjadi sorotan Kementerian HAM.
Rumusan Pasal 54 tersebut dinilai rumusan umum, sehingga ia menyarankan adanya akses sejak awal penangkapan, komunikasi privat, dan penasihat hukum yang efektif.
9. Bukti dari penyiksaan
Selanjutnya, Kementerian HAM menyoroti pengambilan barang bukti hasil penyiksaan.
"Terkait Pasal 184 yang belum tegas melarang bukti hasil penyiksaan. Ini rekomendasi kami adalah penting untuk menegaskan adanya exclusionary rule, larangan mutlak bukti dari proses penyiksaan," tambahnya.
10. Penyadapan
Kementerian HAM menyarankan agar ada izin hakim dan pengawasan yang kuat terkait hal ini.
"Belum ada pengawasan judicial yang kuat. Rekomendasi kami adalah kewajiban adanya izin dari hakim hanya untuk tindak pidana serius, jangka waktu terbatas, adanya aspek akuntabilitas, dan pemberitahuan pasca penyadapan," tuturnya.
(***)