Ferry Irwandi: Jangan Lupa Banyak Korban Berjatuhan Diurus Sebelum Bicara Dalang Kerusuhan 

R24/zura
Ferry Irwandi: Jangan Lupa Banyak Korban Berjatuhan Diurus Sebelum Bicara Dalang Kerusuhan. (Tangkapan Layar)
Ferry Irwandi: Jangan Lupa Banyak Korban Berjatuhan Diurus Sebelum Bicara Dalang Kerusuhan. (Tangkapan Layar)

RIAU24.COM -CEO Malaka Project Ferry Irwandi mengingatkan publik untuk tidak terjebak hanya pada perdebatan mengenai siapa dalang di balik kerusuhan melainkan terlebih dulu fokus pada korban jiwa maupun luka. 

Diketahui, aksi demo pada akhir Agustus 2025 berujung ricuh di berbagai daerah. 

“Orang bisa membicarakan banyak nama soal dalang. Tapi, hari berganti hari orang sudah tidak ingat lagi siapa yang meninggal, orang tidak ingat lagi luka apa yang ditimbulkan, dan bahkan mungkin tidak peduli lagi dengan keluarga-keluarga yang bersedih,” ujar aktivis media sosial ini dalam dialog Rakyat Bersuara di iNews, Selasa (2/9/2025).

Menurut dia, tragedi yang merenggut 9 korban jiwa tidak boleh dianggap sepele. 

“Sembilan itu sangat banyak, sangat-sangat banyak. Dan semakin bertambah jumlahnya, maka semakin mudah untuk dilupakan karena sudah jadi statistik. Padahal, ini nyawa lukanya seumur hidup,” katanya. 

Ferry menuturkan sebelum teori mengenai dalang dibicarakan lebih jauh, ada hal yang jauh lebih mendasar. 

“Saya cuma mau mengingatkan bapak-ibu semua, ada yang mati. Ada yang mati. Dan lukanya tidak pernah hilang,” tuturnya.

Korban jiwa dalam peristiwa tersebut meninggal dunia karena dua faktor utama. 

“Mereka meninggal karena dua hal. Satu, aparat. Kedua, massa gelap,” katanya. 

Dia menyatakan untuk mencari dalang kerusuhan sebenarnya dapat dilakukan dengan mudah jika aparat serius memanfaatkan teknologi analisis data dan jejak digital di media sosial.

Atas kericuhan tersebut, menurut Ferry, metode data analytics, scraping, hingga open source intelligence (OSINT) dapat menjadi pintu masuk untuk melacak sumber awal penyebaran isu yang memicu aksi massa anarkistis. 

“Dalam hitungan menit kita bisa tahu dari mana isu 25 Agustus itu muncul, siapa yang menggunakan hashtag bubarkan DPR, afiliasi mereka apa, siapa yang mereka dukung, dan siapa yang mereka serang. Simpel kok,” ujarnya. 

Dengan perangkat sederhana sekalipun, pola penyebaran isu bisa ditelusuri secara terbuka.

“Kalau semua orang di ruangan ini mau cek sendiri hashtag itu di TikTok, Instagram atau Twitter/X pasti ketemu dalam waktu kurang dari 5 menit. Itu bukan hal yang sulit, bahkan anak-anak sekarang lebih pintar untuk mencarinya,” ungkapnya.

Meski begitu, Ferry mengingatkan agar hasil penelusuran tersebut diperlakukan sebagai bahan awal dalam proses investigasi, bukan kesimpulan final. 

“Bukan berarti akun-akun itu pasti pelakunya. Tapi mereka bisa jadi titik awal untuk diperiksa. Itu cara kerja intelijen seharusnya, bukan sekadar menyebut nama-nama besar tanpa dasar,” katanya. 

Dia menuturkan teknologi algoritma bisa menjadi pedang bermata dua yakni berbahaya jika salah digunakan, namun sangat bermanfaat bila kapasitas penggunanya memadai. 

“Kalau pemerintah memang mau mencari dalangnya, basisnya harus jelas, tidak sekadar asumsi atau kata-kata berbunga-bunga. Semua bisa dilihat di media sosial, siapa yang menggerakkan, siapa yang posting, itu semua terbuka,” ujar Ferry.

Kemajuan teknologi membuat pelacakan semacam itu jauh lebih mudah dibanding era sebelumnya.

“Kalau ini dilakukan tahun 1998 mungkin sulit. Tapi di 2025 semuanya bisa langsung dilihat. It’s not rocket science, tidak perlu jadi Einstein untuk paham,” ucapnya.

(***) 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak