Wakil Presiden Gibran Digugat Rp125 Triliun Oleh Sipil ke PN Jakarta Pusat, Ini Penyebabnya

R24/zura
Wakil Presiden Gibran Digugat Rp125 Triliun Oleh Sipil ke PN Jakarta Pusat, Ini Penyebabnya. (tangkapan layar)
Wakil Presiden Gibran Digugat Rp125 Triliun Oleh Sipil ke PN Jakarta Pusat, Ini Penyebabnya. (tangkapan layar)

RIAU24.COM - Seorang warga sipil yang bernama Subhan Palal telah melayangkan gugatan ke Wakil Presiden Gibran rakabuming Raka secara perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus). 

Gugatan ini tercatat diajukan pada Jumat (29/8/2025) dan mendapatkan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst. Salah satu petitum gugatan ini menyebutkan, Gibran dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) patut membayar uang ganti rugi sebesar Rp 125 triliun. 

“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” tulis isi petitum.

Persoalkan Ijazah SMA 

Subhan menjelaskan, ia menggugat Gibran karena syarat pendidikan SMA anak sulung Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) ini dinilainya tidak memenuhi syarat dalam pendaftaran calon wakil presiden (cawapres) pada Pilpres lalu.

“Syarat menjadi cawapres tidak terpenuhi. Gibran tidak pernah sekolah SMA sederajat yang diselenggarakan berdasarkan hukum RI,” ujar Subhan saat dihubungi Kompas.com, Rabu (3/9/2025). 

Berdasarkan informasi yang diunggah KPU pada laman infopemilu.kpu.go.id, Gibran diketahui menamatkan pendidikan setara SMA di dua tempat, yaitu Orchid Park Secondary School Singapore pada tahun 2002-2004 dan UTS Insearch Sydney, Australia pada tahun 2004-2007.

Dalam program Sapa Malam Kompas TV, Subhan menjelaskan, dua institusi itu tidak memenuhi syarat pendaftaran cawapres. 

“Karena di UU Pemilu itu disyaratkan, presiden dan wakil presiden itu harus minimum tamat SLTA atau sederajat,” ujar Subhan dalam program Sapa Malam yang ditayangkan melalui Youtube Kompas TV, Rabu. 

Subhan mengatakan, KPU tidak berwenang untuk menentukan apakah dua institusi luar negeri ini setara dengan SMA di dalam negeri. 

Menurutnya, meskipun institusi di luar negeri itu setara SMA, UU Pemilu saat ini tegas menyebutkan kalau syarat Presiden dan Wakil Presiden adalah tamatan SLTA, SMA, atau sederajat.

“Meski (institusi luar negeri) setara (SMA), di UU enggak mengamanatkan itu. Amanatnya tamat riwayat SLTA atau SMA, hanya itu,” katanya. 

Subhan mengatakan, gugatannya ini merujuk pada definisi SLTA atau SMA yang disebutkan dalam UU Pemilu yang menurutnya merujuk pada sekolah di Indonesia. 

“Ini pure hukum, ini kita uji di pengadilan. Apakah boleh KPU menafsirkan pendidikan sederajat dengan pendidikan di luar negeri,” lanjut Subhan.

Sudah Pernah Gugat ke PTUN Namun Ditolak

Subhan mengatakan, sebelum menggugat ke PN Jakpus, ia pernah melayangkan gugatan serupa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta.

Saat itu, gugatannya tidak ditrima sebab PTUN merasa sudah habis waktu ntuk memproses gugatan terkait pencalonan Gibran. 

“Penetapan dismissal. Karena dari segi waktu PTUN Jakarta tidak lagi berwenang memeriksa sengketa berkaitan dengan surat penetapan KPU berkaitan dengan penetapan paslon capres cawapres makanya gugatan penggugat tidak diterima, begitu ya,” kata Presenter Kompas TV Frisca Clarissa saat membacakan penetapan PTUN yang ditunjukkan Subhan. 

Dalam sesi wawancara ini, Subhan tidak menyebutkan kapan penetapan itu diputuskan PTUN. Namun, diketahui, putusan sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi dibacakan pada 22 April 2024. 

Tidak lama setelah itu, PDI-P menggugat pencalonan Gibran ke PTUN Jakarta. Putusannya sendiri dibacakan pada 25 Oktober 2024 tanpa mengubah status Gibran.

Bantah Ada Motif Politik Dibalik Gugatan

Subhan membantah ada aktor-aktor politik yang membekingi dirinya untuk menggugat Gibran. Ia mengaku menggugat Gibran dan juga KPU atas niat sendiri, bukan dorongan orang lain. 

“Saya maju sendiri. Enggak ada yang sponsor,” kata Subhan. 

Ia mengatakan, gugatannya ini juga berangkat dari dugaan KPU sempat mengalami tekanan ketika Gibran mencalonkan diri. 

“Saya lihat, hukum kita dibajak nih kalau begini caranya. Enggak punya ijazah SMA (tapi bisa maju Pilpres). Ada dugaan, KPU kemarin itu terbelenggu relasi kuasa,” lanjutnya.

Subhan menegaskan, keputusannya menggugat Gibran murni karena ingin memperjelas hukum di Indonesia. Ia mengatakan, hal ini terbukti dari petitum gugatannya yang mengharuskan Gibran untuk membayarkan uang ganti rugi kepada negara, bukan kepada dirinya atau kelompok tertentu.

“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” tulis isi petitum. 

Sidang perdana gugatan perdata terhadap Gibran dan KPU RI akan dilaksanakan pada Senin (8/9/2025) di PN Jakpus.

(***) 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak