RIAU24.COM - Pemerintahan Trump menyatakan pada hari Jumat (29 Agustus) bahwa mereka tidak akan mengeluarkan visa bagi pejabat senior Palestina yang berencana pergi ke New York untuk menghadiri Sidang Umum PBB pada bulan September.
Visa yang sudah diberikan juga akan dicabut, menurut Departemen Luar Negeri.
Hal ini menandai langkah tegas terhadap Otoritas Palestina di saat beberapa negara Barat sedang bersiap untuk secara resmi mengakui Palestina sebagai sebuah negara.
Mengapa hal ini penting?
Pertemuan PBB diperkirakan akan menampilkan debat sengit mengenai pengakuan Palestina, dengan AS dan Israel berdiri terpisah dari sebagian besar komunitas internasional.
Belum jelas apakah keputusan ini juga akan menghalangi Presiden Palestina Mahmoud Abbas untuk hadir.
Langkah seperti itu belum pernah terjadi sebelumnya.
Berdasarkan perjanjian negara tuan rumah, AS berkewajiban untuk mengizinkan semua delegasi menghadiri sidang di New York.
Bagaimana reaksi Palestina?
Kepresidenan Palestina menyatakan sangat menyesalkan keputusan Washington, menyebutnya kontradiksi yang jelas terhadap hukum internasional dan Perjanjian Markas Besar PBB.
Kepresidenan Palestina mendesak AS untuk mempertimbangkan kembali.
Para pejabat Palestina berargumen bahwa Abbas telah mengutuk serangan 7 Oktober dalam suratnya kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan membantah klaim bahwa para pemimpin Palestina tidak mengecamnya.
Apa alasan Washington?
Departemen Luar Negeri mengatakan langkah tersebut didasarkan pada kegagalan Otoritas Palestina untuk secara konsisten mengutuk teror, dugaan hasutan di sekolah, dan lobinya untuk pengakuan internasional.
Departemen Luar Negeri juga merujuk pada upaya hukum Palestina terhadap Israel, termasuk upaya untuk mengadili Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di Mahkamah Pidana Internasional.
Dalam pernyataannya, AS mencatat, "Misi PA untuk PBB akan menerima dispensasi sesuai Perjanjian Markas Besar PBB. AS tetap terbuka untuk kembali terlibat, jika PA/PLO memenuhi kewajiban mereka dan mengambil langkah konkret untuk kembali ke jalur kompromi yang konstruktif dan koeksistensi damai dengan Negara Israel."
Kilas balik sejarah
Ini bukan pertama kalinya Washington menentang partisipasi Palestina di PBB.
Pada tahun 1980-an, AS menolak visa pemimpin PLO Yasser Arafat, yang memaksa majelis tersebut untuk pindah ke Jenewa.
Apa yang terjadi selanjutnya?
Pejabat Palestina mengatakan mereka belum menerima pemberitahuan resmi tentang pembatalan visa dan sedang mendiskusikan situasi tersebut dengan kantor Sekretaris Jenderal PBB.
(***)