RIAU24.COM -Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan kecewa karena amnesti dan abolisi digunakan Presiden RI Prabowo Subianto untuk memberi pengampunan terhadap terdakwa kasus tindak pidana korupsi.
Rasa kecewa itu disampaikan Novel merespons pemberian amnesti dan abolisi terhadap dua terdakwa kasus dugaan korupsi yakni Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto dan Menteri Perdagangan periode 12 Agustus 2015-27 Juli 2016 Thomas Trikasih Lembong.
"Saya prihatin dan kecewa ketika mendengar amnesti dan abolisi digunakan pada perkara tindak pidana korupsi," kata Novel saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Jumat (1/8).
Novel mengingatkan korupsi merupakan kejahatan yang serius dan merupakan pengkhianatan terhadap kepentingan negara.
Menurut dia, ketika penyelesaian kasus korupsi dilakukan secara politis, maka akan menjadi preseden buruk bagi pemberantasan korupsi ke depan.
Terlebih, amnesti dan abolisi tersebut diberikan di tengah praktik korupsi yang semakin parah dan KPK sedang dilumpuhkan.
"Seharusnya pemerintah dan DPR memikirkan cara pemberantasan korupsi yang efektif dan tegas sehingga yang seharusnya dilakukan adalah penguatan lembaga pemberantasan korupsi (KPK), bukan justru menyelesaikan perkara korupsi secara politis dan membiarkan KPK tetap lemah," kata dia.
Kasus Tom Lembong
Teruntuk kasus Tom Lembong, Novel memandang seharusnya pengadilan menjatuhkan putusan bebas lantaran tidak ditemukan fakta perbuatan dan bukti yang layak.
Apalagi, menurut dia, tuduhan perbuatan korupsi dalam impor gula tidak ada kausalitas dengan kerugian negara yang dipersoalkan.
"Karena ketika proses penegakan hukum yang tidak benar dibiarkan akan menjadi ancaman bagi para pejabat negara maupun perusahaan negara dalam mengambil kebijakan/keputusan yang dilakukan dengan iktikad baik dan mengikuti prinsip-prinsip good corporate governance," tandasnya.
Kasus Hasto Kristiyanto
Sementara untuk kasus dugaan suap Hasto, Novel menuturkan perkara tersebut merupakan rangkaian perbuatan dari beberapa kejahatan yang dilakukan bahkan melibatkan beberapa orang, baik yang sudah dihukum maupun yang sedang dalam pelarian (buron).
Dia menyayangkan alih-alih mendorong agar perkara besar yang diduga terjadi sebelum kejahatan suap dilakukan, tetapi Hasto malah diberikan pengampunan atau amnesti.
"Bila dilihat ke belakang, perkara Hasto ini sekian lama tidak berjalan karena peran Ketua KPK yang sekarang menjadi tersangka yaitu Firli Bahuri, dan kemudian Firli Bahuri dengan perbuatan melanggar hukum dan menipulasinya (menurut Komnas HAM dan Ombudsman RI) melakukan penyingkiran sejumlah pegawai KPK dengan mekanisme TWK, yang kemudian mereka 57 orang diberhentikan dari KPK dengan hormat," ucap Novel.
Berdasarkan penjelasannya tersebut, Novel menyimpulkan klaim komitmen pemberantasan korupsi yang sering digaungkan Prabowo adalah omong kosong belaka.
"Dari penjelasan saya di atas, tentu langkah memberikan amnesti dan abolisi tidak sesuai dengan pidato Presiden yang akan menyikat habis praktik korupsi. Justru ini akan membuat kesan pemberantasan korupsi tidak mendapat tempat atau dukungan dari pemerintah dan DPR," pungkasnya.
(***)