RIAU24.COM - Isu mengenai pemakzulan Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka mulai menyeruak ke permukaan dan memunculkan dinamika baru di kalangan elite politik nasional. Meski belum ada langkah resmi yang menunjukkan skenario itu akan diambil, sejumlah pengamat dan tokoh menilai wacana tersebut bukan sekadar spekulasi belaka.
Pengamat hukum tata negara, Refly Harun, menyebut bahwa sejumlah aktor politik di parlemen disebut telah menjajaki kemungkinan pemakzulan Gibran. Salah satu alasannya berkaitan dengan legalitas pencalonan Gibran yang hingga kini masih menjadi perdebatan publik, serta kekhawatiran atas stabilitas politik jangka panjang.
“Sudah ada pembicaraan serius di DPR, bukan hanya wacana. Konsensus soal pemakzulan bisa saja terbentuk, tapi soal siapa yang mengganti, itu yang masih jadi tarik-menarik,” kata Refly dalam kanal YouTube resminya, Refly Harun Official, dikutip Selasa (29/7/2025).
Menurut Refly, awalnya muncul dua nama kandidat yang dinilai layak menggantikan posisi Gibran. Namun, keduanya—yang ia samarkan sebagai inisial A dan P—disebut tidak mendapatkan dukungan politik yang cukup luas. Dalam situasi kebuntuan itu, muncul satu nama alternatif, yang disebut Refly sebagai “sosok D”.
“Sosok D ini dianggap lebih bisa menjahit elite politik yang terbelah, bukan dari dua mahkota politik besar, tetapi workable dan relatif netral,” ujar Refly.
Lebih lanjut, Refly menjelaskan bahwa saat ini kekuatan di sekitar Presiden terpilih Prabowo Subianto terbagi dalam tiga kutub besar: loyalis Presiden Joko Widodo, pendukung murni Prabowo, serta kelompok ‘in-between’ yang dapat berkomunikasi dengan kedua sisi. Sosok D disebut berada di posisi tengah, menjadikannya pilihan kompromi yang mungkin dapat diterima oleh semua pihak.
Meski demikian, nama lain yang turut masuk dalam bursa calon pengganti Gibran adalah Ketua DPP PDI-P, Puan Maharani. Refly menilai bahwa nama Puan menjadi opsi yang lebih “aman” secara politik karena memiliki latar belakang kuat sebagai politisi senior dan berasal dari partai besar.
“Puan bisa menjadi alternatif yang realistis jika Prabowo ingin menjaga stabilitas. Beliau punya kekuatan di parlemen dan bisa menyeimbangkan ekspektasi publik,” kata Refly.
Sementara itu, dari sisi Istana, beredar kabar bahwa Presiden Jokowi merasa tidak nyaman dengan dinamika internal yang mulai mengarah pada penggantian posisi putranya. Refly bahkan menyebut adanya “kemarahan” dari Presiden karena adanya aktor-aktor politik yang mulai bermain di belakang layar.
“Kalau dikatakan kepada pendukung Gibran dan Jokowi, mereka mengatakan ‘game is over’. Tapi, sebenarnya belum. Masih ada tarik-ulur, dan kita tahu siapa aktor di belakangnya,” ujar Refly, tanpa menyebut nama secara spesifik.
Selain isu politik, Refly juga menyinggung faktor kesehatan Presiden yang menurutnya bisa menjadi variabel penting dalam konstelasi kekuasaan ke depan. Ia mengingatkan bahwa jika dalam lima tahun ke depan Presiden tidak dapat menjalankan tugasnya, maka Wakil Presiden akan mengambil alih.
“Karena itu, siapa pengganti Gibran menjadi krusial. Sosok tersebut harus siap menggantikan Presiden dalam skenario darurat. D disebut memenuhi syarat itu,” ungkapnya.
Dalam prediksinya, Refly memperkirakan bahwa periode antara Juli hingga Oktober akan menjadi fase penting dalam transisi kekuasaan. Ia menyebut kemungkinan adanya “radical break” atau pergeseran besar kekuasaan dalam tiga bulan mendatang.
“Ini bukan hanya soal figur, tapi soal arah politik ke depan. Akan ada kejutan jika skenario-skenario tertentu dijalankan,” katanya.
Sampai saat ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak Istana maupun dari Prabowo Subianto terkait isu ini. Juru bicara Presiden juga belum memberikan pernyataan apakah Jokowi benar-benar keberatan atas dinamika tersebut.
Di sisi lain, Ketua Umum Partai Gerindra yang juga Presiden terpilih, Prabowo Subianto, masih disibukkan dengan konsolidasi kekuatan menjelang pelantikan Oktober mendatang. Belum diketahui apakah Prabowo akan mempertahankan posisi Gibran hingga akhir atau membuka ruang kompromi di tengah tekanan politik yang kian menguat.
(***)