RIAU24.COM -Direkektur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Riau menetapkan 13 orang sebagai tersangka dalam kasus pembakaran, perusakan, dan penjarahan terhadap PT Seraya Sumber Lestari (PT SSL) di Desa Tumang, Kabupaten Siak">Kabupaten Siak pada Senin (23/6).
Aksi anarkistis ini terjadi pada 11 Juni 2025, menyusul konflik antara masyarakat dan perusahaan terkait klaim kepemilikan lahan di kawasan hutan yang telah diberikan izin pengelolaan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kepada PT SSL.
Polisi mengungkap bahwa satu dari 13 tersangka yang diamankan merupakan anak di bawah umur berusia 15 tahun.
Dari hasil olah tempat kejadian perkara (TKP), diketahui bahwa tiga unit rumah, 15 kamar mes, lima unit kantor, serta 15 kendaraan milik perusahaan hangus terbakar dan rusak berat.
Dalam konferensi pers yang digelar di Mapolda Riau pada Senin (23/6), Kombes Pol Asep Darmawan menjelaskan bahwa pemerintah daerah perlu membedakan antara masyarakat yang benar-benar menggantungkan hidup dari lahan tersebut dengan kelompok yang justru mengeksploitasi kawasan hutan untuk memperkaya diri sendiri.
“Ada orang yang mencari makan di sana untuk hidup, ada pula yang memperkaya diri. Ini yang harus dibedakan oleh pemerintah Kabupaten Siak. Kawasan hutan itu milik negara, dan dapat digunakan untuk kepentingan rakyat melalui program perhutanan sosial. Namun, dari hasil pemetaan dan verifikasi, ditemukan kelompok cukong yang menguasai hingga 400 hektare kebun sawit di kawasan hutan. Ini jelas tidak sesuai peruntukan,” ujar Kombes Asep dilansir dari akun Tiktok @halloriua.com pada Selasa (24/6).
Kombes Asep menjelaskan bahwa PT SSL mengantongi izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengelola tanaman kehutanan, bukan untuk membuka perkebunan sawit.
Asep mendorong Pemerintah Kabupaten Siak agar tetap memperjuangkan hak masyarakat yang benar-benar membutuhkan, namun dengan melakukan verifikasi ketat agar tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang hanya ingin mencari keuntungan pribadi..
“Silakan jika Ibu Bupati ingin memperjuangkan masyarakat, tapi harus berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk memastikan kebenarannya,” tambahnya.
Konflik agraria di kawasan hutan masih menjadi tantangan besar di Provinsi Riau, terutama dalam membedakan antara hak masyarakat adat dan kepentingan kelompok tertentu yang memanfaatkan celah hukum.
(aln)