Utang Negara Membengkak: Kredibilitas Ekonomi Indonesia Ditarik Turun

R24/zura
Utang Negara Membengkak: Kredibilitas Ekonomi Indonesia Ditarik Turun.
Utang Negara Membengkak: Kredibilitas Ekonomi Indonesia Ditarik Turun.

RIAU24.COM -Total utang luar negeri Indonesia kini menembus Rp8.300 triliun, berdasarkan laporan terkini Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia per Maret 2025. 

Angka ini melonjak seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah yang kini bertengger di atas Rp16.300 per dolar AS. 

Kenaikan beban bunga dan depresiasi mata uang menambah tekanan pada struktur pembiayaan negara yang kian rapuh.

“Negara tidak hanya kehilangan daya beli, tapi juga kehilangan narasi ekonomi,” ujar Rocky Gerung dalam diskusi terbuka di Salemba, Jakarta, awal April. 

Ia menilai bahwa utang luar negeri Indonesia bukan sekadar catatan fiskal, tetapi cermin dari hilangnya arah dalam pengelolaan negara.

Di tengah kenaikan utang, rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan negara kini mencapai 19,6%, level tertinggi sejak krisis moneter 1998. 

Sebagian besar pembiayaan baru dialokasikan untuk menutup defisit struktural dan membayar cicilan, bukan untuk investasi produktif. 

“Kita seperti gali lubang untuk tutup lubang yang lebih besar,” ujar ekonom senior Faisal Basri.

Rocky Gerung menegaskan bahwa problem utama bukan pada angka utang, tetapi pada ketidakjelasan model pembangunan ekonomi. 

“Ini seperti negara yang berjalan tanpa blueprint. Hanya mengandalkan spreadsheet dan jargon ‘transformasi’, tapi tak ada jejak nyata,” kritiknya.

Kondisi diperparah oleh ketidakpastian geopolitik dan suku bunga global yang masih tinggi. 

Imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia yang meningkat hingga 7,2% pada kuartal pertama 2025, menunjukkan persepsi risiko yang meningkat di kalangan investor asing.

Sementara itu, realisasi belanja modal hanya mencapai 21% dari total anggaran, padahal pemerintah gencar mengklaim fokus pada pembangunan infrastruktur dan transformasi digital. Ini menambah ironi bahwa utang besar tidak diimbangi dengan produktivitas fiskal.

“Negara kehilangan efektivitas dalam membelanjakan uang rakyat,” kata Bhima Yudhistira, Direktur CELIOS. 

Ia menyebut bahwa kredibilitas ekonomi Indonesia saat ini tengah diuji, bukan hanya di pasar keuangan, tetapi juga di ruang publik yang makin kritis.

Rocky Gerung menutup dengan pernyataan yang menggugah: “Kalau negara hanya didefinisikan oleh APBN, maka kita tak lebih dari perusahaan besar yang terus-menerus butuh investor baru. Padahal republik seharusnya dibangun dari legitimasi, bukan hanya likuiditas.”

Dengan utang yang terus menanjak dan orientasi ekonomi yang kabur, pertanyaan besar pun muncul: apakah kita sedang membangun negara berdaulat, atau sekadar mengelola perusahaan tanpa arah?

(***) 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak