RIAU24.COM - Politikus PDIP, Adian Natipulu menyinggung Prabowo Subianto yang saat ini menjadi Presiden Indonesia ke-8.
Dalam unggahannya di Instagram, Adian memberikan gambaran bahwa sejatinya Prabowo berutang budi terhadap megawati.
Disebutkan dalam video tersebut, jika bukan karena Megawati, Prabowo tidak akan kembali ke Indonesia setelah mengasingkan diri ke Yordania.
Tidak berhenti di situ, dijelaskan juga bahwa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bisa menjadi Presiden karena Megawati.
SBY pada masa pemerintahan Megawati diangkat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam). Tepatnya, pada 10 Agustus 2001.
Adapun Jokowi, disebut bisa menjadi Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga Presiden dua periode berkat dukungan penuh Megawati dan Partainya, PDIP.
"Ketiga orang ini kalau tidak ada Ibu Megawati tidak jadi Presiden," kata Adian di Instagram @adian_napitupulu (24/2/2025).
Pengamat Psikologi Politik Universitas Negeri Makassar (UNM), Muhammad Rhesa, menyoroti dinamika hubungan antara Presiden Prabowo Subianto dan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, yang diduga memanas.
Hal ini menyusul keputusan Megawati melarang kader PDIP mengikuti retret kepala daerah di Magelang, di tengah penahanan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus Harun Masiku.
Dikatakan Rhesa, belum ada alasan jelas yang disampaikan Megawati terkait larangan tersebut, sehingga wajar jika publik mengaitkan sikapnya dengan kasus hukum yang menjerat Hasto.
Secara psikologis, Rhesa menilai langkah Megawati bisa dibaca sebagai bentuk support system terhadap kadernya yang tengah menghadapi persoalan hukum.
Rhesa menilai larangan ini bukan sekadar bentuk solidaritas internal, tetapi juga sinyal politik kepada seluruh kader PDIP untuk melakukan perlawanan terhadap keputusan KPK.
Sebelumnya, Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, mengeluarkan instruksi tegas kepada seluruh kadernya melalui surat Nomor 7294/IN/DPP/II/2025 yang diterbitkan pada Kamis (20/2/2025).
Instruksi ini berisi arahan strategis dalam menyikapi dinamika politik nasional yang semakin memanas.
Dalam surat tersebut, Megawati memerintahkan dua hal utama.
Pertama, seluruh kader yang menjabat sebagai kepala daerah maupun wakil kepala daerah dari PDIP diminta untuk tidak menghadiri retret di Magelang bersama Presiden Prabowo Subianto. .
Kedua, kader diinstruksikan untuk tetap siaga dan mengaktifkan alat komunikasi guna menunggu arahan lebih lanjut dari DPP.
Instruksi ini dinilai sebagai langkah politik yang semakin memperjelas posisi PDIP dalam menghadapi pemerintahan Prabowo.
Guru Besar Universitas Airlangga sekaligus pengamat politik, Prof. Henri Subiakto, menilai bahwa keputusan Megawati menunjukkan sikap keras partai terbesar di Indonesia dalam menghadapi kekuasaan yang dianggap semakin otoriter.
Sikap tegas ini juga dinilai sebagai sinyal bahwa PDIP tengah bersiap mengambil langkah politik lebih besar di tengah situasi nasional yang kian memanas.
Dengan adanya instruksi ini, posisi PDIP sebagai oposisi kian jelas, terutama setelah berbagai kebijakan pemerintah menuai kritik dari masyarakat dan mahasiswa.
(***)