Ahli Nilai Ada Dugaan Pencucian Uang di Balik Penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan Laut Tangerang

R24/zura
Ahli Nilai Ada Dugaan Pencucian Uang di Balik Penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan Laut Tangerang.
Ahli Nilai Ada Dugaan Pencucian Uang di Balik Penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan Laut Tangerang.

RIAU24.COM -Ahli hukum pidana Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf menegaskan bahwa sudah jelas ada unsur pidana dalam kasus pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di Tangerang, Banten. 

Kehadiran pagar laut tersebut sebelumnya diklaim dipasang oleh Jaringan Rakyat Pantura melalui swadaya masyarakat.

Pihak yang menerbitkan sertifikat selain sudah menipu, juga memanipulasi ruang publik. 

Menteri ATR/BPN yang menerbitkan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di atas laut itu harus dipidanakan. 

Yakni pidananya penyerobotan ruang, penipuan dan korupsi penyalahgunaan wewenang yang merugikan negara.

Melansir Monitorindonesia.com, Rabu (29/1/2025), ia menegaskan bahwa dalam kepemilikan laut di dunia ada asas res nullius dan res communis, res nullius artinya laut tidak ada yang memiliki dan setiap negara dapat memiliki untuk dimanfaatkan apabila negara itu yang memanfaatkan atau penemu pertama terkait laut tersebut, bukan untuk perorangan atau korporasi.

"Res communis adalah laut tidak ada yang memiliki maka siapa pun tidak dapat memiliki laut dan dapat dimanfaatkan oleh semua," katanya.

Berdasarkan asas res nullius laut Indonesia sudah dikuasai oleh negara sejak Indonesia lepas dari penjajahan, laut milik negara dan digunakan untuk kepentingan bangsa dan negara secara bersama-sama.

"Sehingga di laut tidak boleh hak eksklusif dengan diterbitkan HGB atau SHM untuk korporasi atau perorangan, laut milik seluruh rakyat Indonesia, merampas  hak rakyat berarti melanggar konstitusi negara," tegasnya.

Jika ada yang ingin investasi bukan menggunakan laut tetapi daerah batas pantai, apalagi menghalangi mencari nafkah nelayan, menggunakan laut harus di pikirkan secara komprehensif agar tidak melanggar hukum negara karena laut milik rakyat. "Hukum internasional terkait batas laut dan tidak melanggar HAM terkait hak hidup dan kehidupan masyarakat pantai dalam mata pencaharian sebagai nelayan atau petani tambak di pantai," jelasnya.

Jika ada yang melanggar banyak aturan hukum, lanjut Hudi, negara harus tegas dan bela kepentingan rakyat bukan segelintir orang. "Aparat penegak hukum harus menyelidiki aturan apa saja yang dilanggar terkait aturan sudah disampaikan oleh bapak menteri saya tidak mengulangi lagi yang saya khawatir jika pencucian uang dalam proyek itu," bebernya.

"Misalnya kita ambil contoh yang mudah, apabila dana kampanye didanai oleh pengusaha hitam maka penguasa yang diberikan sponsor oleh pengusaha hitam apabila terpilih memiliki kewajiban mengembalikan dana tersebut dengan cara memberikan proyek-proyek yang dapat melunasi biaya sponsor plus keuntungannya," lanjutnya.

Sehingga, tambah dia, semua yang dilakukan pasti melanggar banyak aturan itu contoh sederhana, begitu juga jika ada kepentingan lain selain kampanye, namanya juga pencucian uang jadi uang yang dicuci itu adalah hasil kejahatan dan pastinya ada pidana awalnya

"Walau pencucian tidak perlu membuktikan pidana awalnya karena dapat berdiri sendiri, dengan dugaan melanggar banyak aturan jika terbukti maka hukumannya tidak cukup 12 tahun," katanya.

Apalagi jika perbuatan itu bila dilakukan berulang maka hukuman terberat dapat dilakukan, banyak contoh koruptor-koruptor yang di hukum berat di luar negeri walau jumlahnya tidak fantastis. 

"Saya berharap jika bangsa ini ingin maju seyogyanya penguasa terpilih tidak dapat di "kendalikan" oleh penguasa hitam, jadilah pilihan rakyat sejati dan bekerja untuk kepentingan rakyat buatlah regulasi populis bukan elitis," harapnya.

(***) 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak