Kebun Sawit Senilai Rp1 Triliun Dikelola Tanpa Izin, Warga Desa Senama Nenek Bersiap Gelar Aksi Besar

R24/amri
Foto. Istimewa
Foto. Istimewa
<p>RIAU24.COM KAMPAR – Ketidakpuasan dan kekecewaan mendalam menggema di Desa Senama Nenek. Warga desa dengan tegas menolak perpanjangan kontrak kerja sama antara Koperasi Nenek Eno Senama Nenek (KNES) dan PTPN V, yang akan berakhir Desember 2024. Pasalnya, dugaan ketidaktransparanan pengelolaan kebun sawit seluas 2.100 hektare, yang nilai panennya mencapai Rp1 triliun, semakin mencuat ke permukaan.

Awal mula konflik ini terjadi pada Desember 2019, ketika pemerintah pusat melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang membagikan lahan seluas 2.800 hektare kepada masyarakat Desa Senama Nenek, sebagai bentuk penyelesaian konflik lama dengan PTPN V. Dari total lahan, 2.100 hektare adalah kebun kelapa sawit produktif, di mana setiap kepala keluarga berhak atas 1,8 hektare dengan sertifikat hak milik.

Namun, harapan akan kesejahteraan berubah menjadi polemik ketika lahan sawit tersebut justru dikelola oleh KNES tanpa persetujuan warga. Warga mengaku tidak pernah menjadi anggota koperasi atau memberikan izin bagi KNES untuk mengelola kebun mereka. Terlebih lagi, hasil panen yang bernilai fantastis dianggap dikelola secara tidak transparan sejak awal tahun 2020.

Utang Miliaran Tanpa Kejelasan

Ketua KNES, H. Alwi, mengakui bahwa koperasi memiliki utang sebesar Rp68,5 miliar pada tahun 2021. Ironisnya, pembayaran utang tersebut dibebankan pada hasil panen masyarakat. Namun, warga merasa dibiarkan dalam kegelapan, tanpa ada penjelasan rinci tentang penggunaan dana tersebut, meski telah berulang kali meminta klarifikasi.

"Ketidakjelasan ini sangat membebani kami. Kami sudah melaporkan hal ini kepada Pemerintah Kabupaten Kampar, Dinas Koperasi, hingga aparat penegak hukum, tapi semuanya seperti tutup mata," tegas Suroto, S.H., Ketua Tim TAPAK Riau yang menjadi kuasa hukum warga.

Di penghujung 2023, karena terdesak oleh kondisi ekonomi, warga mencoba melakukan panen secara mandiri. Sayangnya, usaha ini dihentikan oleh pihak keamanan yang dikirim oleh KNES. Akses jalan ditutup, dan pabrik-pabrik kelapa sawit menolak menerima buah hasil panen warga setelah mendapat somasi dari KNES.

Ultimatum Warga: Tolak Perpanjangan Kerja Sama atau Aksi Besar

Masyarakat Desa Senama Nenek kini berada di persimpangan. Dengan kontrak kerja sama yang akan segera berakhir pada Desember 2024, warga dengan tegas menolak perpanjangan kontrak antara KNES dan PTPN V. Jika tuntutan mereka diabaikan, mereka siap melakukan aksi besar-besaran dan melaporkan PTPN V atas dugaan tindak pidana penadahan.

"Kami siap turun ke jalan jika PTPN V tetap memperpanjang kerja sama dengan KNES. Kami akan menginap di kantor mereka, menyurati Presiden, bahkan Menteri BUMN untuk menuntut keadilan," ancam Suroto, S.H.

Masyarakat juga menyayangkan sikap pemerintah daerah dan aparat penegak hukum yang terkesan acuh terhadap masalah ini. Mereka berharap agar pemerintah segera mengambil langkah tegas untuk melindungi hak-hak warga atas lahan sawit yang seharusnya menjadi sumber kesejahteraan bagi mereka.

Dengan tensi yang semakin memanas, aksi ini diprediksi akan menjadi salah satu pergerakan masyarakat terbesar dalam beberapa tahun terakhir di wilayah Kampar, Riau. Warga berharap, perjuangan mereka mendapat perhatian serius dari pemerintah dan aparat hukum sebelum konflik ini berkembang lebih jauh.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak