RIAU24.COM - Kabupaten Aceh Tamiang terus bergulat dengan dampak parah banjir bandang dan longsor yang melanda seluruh 12 kecamatan pada akhir November hingga awal Desember 2025. Per Sabtu, 6 Desember 2025 pukul 08.00 WIB, posko tanggap darurat melaporkan bahwa 57 orang meninggal dunia dan 23 orang masih hilang.
Tak kurang dari 262.087 jiwa tercatat mengungsi, sementara 36.838 jiwa lainnya terdampak tapi memilih tetap berada di rumah masing‑masing.
Infrastruktur rusak masif: 2.262 unit rumah rusak — termasuk 780 rumah rusak berat — serta puluhan fasilitas publik seperti sekolah, tempat ibadah, dan layanan kesehatan ikut terdampak.
Di antara duka dan kerusakan itu, warga yang selamat kini menghadapi tantangan baru: kebutuhan dasar seperti air bersih, tempat tinggal sementara, makanan dan layanan kesehatan. Rumah sakit lokal dilaporkan hampir lumpuh — alat kesehatan tertutup lumpur dan suplai obat habis — sehingga evakuasi dan penanganan medis bagi korban sangat terbatas.
Akses Terganggu, Banyak Wilayah Masih Terisolir
Sepekan pasca bencana, akses ke sebagian wilayah di Aceh Tamiang baru mulai pulih. Berdasarkan pernyataan pejabat, jalur darat kini sudah dapat dilewati kendaraan roda empat, membuka peluang distribusi bantuan logistik. Namun, banyak wilayah pedalaman tetap terisolir karena jalan rusak, jembatan putus, dan genangan air besar.
Upaya evakuasi dan bantuan pun terhambat, terutama ke desa‑desa terpencil. Situasi ini memperparah krisis kemanusiaan, karena ribuan warga masih terjebak dalam kondisi darurat tanpa akses memadai ke bantuan.
Pemerintah Pusat dan Presiden Turun Tangan: Komitmen Bantuan Darurat
Menanggapi bencana ini, pemerintahan pusat di bawah pimpinan Prabowo Subianto telah menetapkan Aceh Tamiang sebagai prioritas penanganan. Pada 4 Desember 2025, Prabowo menyetujui tambahan Dana Siap Pakai (DSP) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mempercepat tanggap darurat bagi wilayah‑wilayah yang terdampak.
“Sumber daya nasional dikerahkan penuh untuk menanggulangi bencana ini,”
ucap menteri Sekretaris negara Prasetyo Hadi, Rabu (3/12/2025).
Kemudian, pada Minggu, 7 Desember 2025, Presiden Prabowo melakukan kunjungan kedua ke Aceh. Kunjungan ini untuk meninjau langsung zona terdampak banjir, memantau penyaluran bantuan, evakuasi, serta kondisi warga terdampak.
Langkah ini menegaskan komitmen pemerintah pusat untuk mempercepat proses tanggap darurat — dari sisi logistik, evakuasi, hingga perbaikan akses dan fasilitas dasar.
Tantangan Besar di Lapangan: Krisis Kemanusiaan dan Wabah Penyakit Mengintai
Sudah lebih dari sekadar kerusakan fisik. Krisis kesehatan mulai muncul akibat kondisi darurat: fasilitas kesehatan rusak, suplai obat langka, situasi sanitasi buruk, serta jutaan jiwa korban terdampak.
Sampai 7 Desember 2025, laporan internasional menyebut bahwa kerusakan infrastruktur medis parah, peralatan tertutup lumpur, dan suplai medis hilang — menyebabkan banyak kematian yang bisa dicegah, termasuk seorang bayi di unit perawatan intensif.
Warga pengungsi juga melaporkan kesulitan mendapatkan air bersih, makanan, dan tempat tinggal layak — tiga kebutuhan dasar yang sangat mendesak. Kondisi ini membuat risiko penyakit menular seperti diare dan infeksi kulit meningkat.
(***)