Komisi III DPR RI Klaim RKUHAP Lebih Objektif dari Zaman Orde Baru

R24/zura
Komisi III DPR RI Klaim RKUHAP Lebih Objektif dari Zaman Orde Baru. (Tangkapan layar YouTube Channel TVParlemen)
Komisi III DPR RI Klaim RKUHAP Lebih Objektif dari Zaman Orde Baru. (Tangkapan layar YouTube Channel TVParlemen)

RIAU24.COM -Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menegaskan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) berlangsung secara transparan dan inklusif, sekaligus membantah isu bahwa revisi akan memberikan ruang bagi penyadapan sewenang-wenangan. 

Dalam konferensi pers di Ruang Rapat Komisi III, Gedung Nusantara II, Senayan pada Selasa, (18/11), Ketua Komisi III Habiburokhman menyatakan bahwa tahapan legislasi berjalan sesuai mekanisme, dimulai dari rapat kerja dengan pemerintah hingga pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) oleh Panitia Kerja (Panja). 

“Proses penyusunan RUU KUHAP ini … dengan prinsip transparansi dan keterbukaan sebagai pedoman utama,” ujarnya. 

Ia menjelaskan bahwa Panja, Tim Perumus (Timus), dan Tim Sinkronisasi (Timsin) bekerja secara bertahap untuk menyusun draf final RUU, termasuk penyelarasan redaksional dan format.

Sorotan Isu Penyadapan

Poin kontroversial yang muncul dalam pembahasan adalah mengenai penyadapan. Habiburokhman dengan tegas menyatakan bahwa pasal penyadapan tidak akan dibahas dalam revisi KUHAP. 

Menurutnya, klausul penyadapan akan diatur dalam undang-undang terpisah yang lebih khusus, bukan dimasukkan ke dalam KUHAP. 

Ia menambahkan bahwa proses perumusan aturan penyadapan akan melalui uji publik dan melibatkan partisipasi masyarakat luas. 

Komisi III menyatakan membuka pintu bagi masyarakat yang ingin mengamati pembahasan RUU — bahkan menyebut, masyarakat diperbolehkan “menginap” di Gedung DPR jika perlu untuk mengikuti proses legislasi. 

Menanggapi kritik bahwa pembahasan dilakukan dalam “ruang gelap”, Habiburokhman menjawab bahwa tudingan tersebut tidak berdasar. Meski rapat teknis Timus dan Timsin bersifat teknis dan tidak selalu terbuka untuk publik, Komisi III tetap memberi akses informasi dan menerima masukan publik. 

Selain isu penyadapan, Komisi III juga menyoroti elemen progresif dalam revisi KUHAP. Misalnya, mereka menjalin dialog dengan Koalisi Nasional Organisasi Disabilitas agar ada pengaturan khusus mengenai keterangan saksi penyandang disabilitas mental. 

Di sisi lain, revisi ini juga diarahkan untuk memperkuat peran advokat. Komisi III bersama Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) sepakat agar advokat bisa lebih berperan dalam membela hak-hak warga negara, termasuk dengan menghapus pembatasan berbicara di ruang publik. 

(***) 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak