RIAU24.COM - Eksplorasi ruang angkasa selalu dibatasi oleh satu batasan: bahan bakar. Setiap roket yang pernah diluncurkan bergantung pada pengangkutan propelan dalam jumlah besar, yang memungkinkan sekaligus membatasi misinya.
Semakin banyak bahan bakar yang dibawa pesawat ruang angkasa, semakin berat pula bobotnya, yang memaksa para insinyur untuk menyeimbangkan antara daya dorong dan muatan.
Kendala mendasar ini telah mendefinisikan penerbangan ruang angkasa sejak awal abad ke-20, ketika Konstantin Tsiolkovsky pertama kali merumuskan persamaan roket.
Namun, gelombang penelitian baru menunjukkan masa depan di mana pesawat ruang angkasa mungkin tidak perlu membawa bahan bakar sama sekali.
Sebuah tinjauan komprehensif baru pada server pracetak arXiv mengeksplorasi beberapa sistem propulsi 'tanpa propelan' yang memanfaatkan gaya alam, yang berpotensi mengubah aturan perjalanan ruang angkasa.
Layar surya: Mengendarai cahaya itu sendiri
Di antara teknologi yang paling matang adalah layar surya, yang memanfaatkan tekanan sinar matahari untuk mendorong pesawat ruang angkasa maju.
Prinsipnya sederhana namun kuat: foton dari Matahari mengerahkan gaya yang sangat kecil namun terus-menerus pada layar reflektif yang besar.
Seiring waktu, dorongan yang stabil itu dapat mempercepat pesawat ruang angkasa hingga kecepatan yang luar biasa.
Misi IKAROS Jepang berhasil mendemonstrasikan teknik ini pada tahun 2010, hanya menggunakan sinar matahari untuk mencapai Venus.
Layar surya tidak memerlukan bahan bakar, sehingga memungkinkan akselerasi yang hampir terus-menerus, tetapi efektivitasnya memudar seiring bertambahnya jarak dari Matahari karena radiasi matahari melemah.
Membangun dan memelihara layar ultra-ringan yang luas ini juga menghadirkan tantangan teknis yang berat, terutama untuk misi jangka panjang ke luar angkasa.
Teknik tanpa propelan tertua dan paling terbukti adalah bantuan gravitasi, di mana pesawat ruang angkasa menambah kecepatan dengan melewati dekat sebuah planet dan mengambil sebagian kecil momentum orbitnya.
Wahana Voyager milik NASA menggunakan metode ini untuk menjelajahi keempat planet terluar dalam satu misi.
Bantuan gravitasi memiliki keuntungan karena tidak memerlukan material atau teknologi baru, hanya perencanaan dan waktu yang tepat.
Kelemahannya terletak pada ketergantungannya pada keselarasan planet: peluang yang tepat jarang terjadi, dan setelah ditentukan, lintasannya bisa sulit disesuaikan.
Namun, bantuan gravitasi tetap menjadi landasan desain misi yang efisien dan model bagaimana gaya alam dapat menggantikan propelan.
Layar magnetik dan listrik: Memanfaatkan angin matahari
Konsep-konsep yang lebih baru bertujuan untuk memanfaatkan aliran partikel bermuatan yang konstan dari Matahari, yaitu angin surya.
Layar magnetik akan menggunakan loop superkonduktor yang luas untuk menghasilkan medan magnet yang membelokkan plasma ini, menghasilkan daya dorong.
Layar listrik mengambil pendekatan yang lebih ringan, menggunakan kabel bermuatan panjang untuk menolak proton angin surya.
Kedua sistem menjanjikan akselerasi berkelanjutan tanpa bahan bakar dan dapat mengungguli layar surya dalam jangka panjang.
Namun, kendala teknologinya sangat besar: layar magnetik mungkin memerlukan kumparan selebar puluhan kilometer, yang dijaga pada suhu kriogenik, sementara layar listrik bergantung pada tambatan yang sangat tipis dan boros daya.
Masing-masing metode ini menawarkan cara berbeda untuk keluar dari tirani bahan bakar.
Bantuan gravitasi sudah berfungsi, layar surya sudah beroperasi, dan layar magnetik atau listrik suatu hari nanti dapat memperluas jangkauan manusia jauh melampaui tata surya.
(***)