RIAU24.COM -Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menilai Danantara punya kapasitas keuangan yang cukup untuk menyelesaikan utang proyek PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) atau Whoosh tanpa menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Diketahui bahwa utang proyek kereta cepat Whoosh merupakan warisan dari rezim pemerintahan Presiden ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi).
Purbaya mengatakan saat ini CEO Danantara Rosan Roeslani masih melakukan kajian teknis untuk merumuskan skema penyelesaian utang yang tepat untuk KCIC.
"Mereka (Danantara) akan purpose ke kami seperti apa. Ya, kira-kira nanti kita tunggu deh, seperti apa studinya," ujar Purbaya seusai menghadiri Rapat Dewan Pengawas Danantara, di Wisma Danantara, Jakarta, Rabu (15/10/2025).
Menurut Purbaya, dia sudah menanyakan klausul masalah utang kereta cepat itu kepada CEO Danantara.
"Saya tanya ke beliau (Rosan) tadi, apakah di klausulnya yang bayar harus pemerintah? Kan, yang penting, kalau yang saya tahu CDB (China Development Bank) mereka yang penting struktur pembayarannya clear. Jadi, seharusnya enggak ada masalah," lanjutnya.
Menkeu Purbaya memandang, Danantara mampu menanggung beban tersebut karena memiliki sumber keuangan yang kuat dari dividen BUMN.
"Sudah saya sampaikan, karena kan, Danantara terima dividen dari BUMN hampir Rp 80 triliun-Rp 90 triliun. Itu cukup untuk menutupi sekitar Rp 2 triliun (bunga) bayaran tahunan untuk KCIC," katanya lagi.
Niali deviden BUMN yang dihimpun langsung oleh Danantara juga berpotensi meningkat setiap tahunnya.
Sebagian dana tersebut saat ini sempat ditempatkan dalam bentuk obligasi pemerintah. Walakin, Purbaya meminta Danantara mengoptimalkan penempatan dana tersebut agar lebih produktif.
Sebelumnya, pemerintah telah mengalihkan seluruh dividen dari BUMN yang tadinya masuk ke kas negara untuk dikelola langsung oleh Danantara.
Skema ini menurut Menkeu, justru memperkuat kemampuan Danantara untuk menangani pembayaran utang KCIC tersebut.
"Ketika sudah dipisahkan, dan seluruh dividen masuk ke Danantara, Danantara cukup mampu untuk membayar itu. Jadi, bukan enggak dibayar, tetapi (dibayar) Danantara, bukan APBN, kelihatannya. Arahnya saya maunya ke sana," tutur Purbaya saat ditemui di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Rabu.
Sebagai informasi, total investasi proyek kereta cepat mencapai sekitar 7,27 miliar dolar AS atau setara Rp 120,38 triliun.
Sekitar 75 persen dari nilai proyek tersebut dibiayai melalui pinjaman dari CDB dengan bunga 2 persen per tahun.
Hingga kini, terdapat dua opsi penyelesaian utang yang tengah dikaji, yakni pelimpahan kepada pemerintah atau penyertaan dana tambahan ke PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Namun, opsi tersebut belum final dan tetap mendorong Danantara untuk mengambil peran utama dalam pembayaran.
(***)