RIAU24.COM - Pengadilan Tunisia menjatuhkan hukuman mati kepada Saber Chouchane, seorang buruh harian berusia 56 tahun dengan pendidikan terbatas, karena menulis unggahan Facebook yang mengkritik Presiden Kais Saied.
Sebuah langkah yang menuai kritik luas dari para pengacara hak asasi manusia di negara tersebut.
Chouchane, seorang warga biasa, memiliki pengetahuan terbatas dan telah dihukum atas tuduhan menyebarkan berita bohong, menghina presiden, menteri kehakiman, dan lembaga peradilan, serta melakukan agresi yang mengancam keamanan negara.
Keputusan ini menandai perubahan signifikan di Tunisia, di mana tidak ada eksekusi yang dilakukan dalam tiga dekade terakhir.
Keputusan tersebut dijatuhkan pada 1 Oktober 2025, di Pengadilan Tingkat Pertama di Nabeul, Tunisia.
Pengacara pembela Oussama Bouthalja telah mengajukan banding atas putusan pengadilan.
"Kami adalah keluarga yang menderita kemiskinan, dan kini penindasan dan ketidakadilan telah menambah kemiskinan," ujar Jamal Chouchane, saudara laki-laki Saber, kepada Reuters.
Memburuknya situasi demokrasi di Tunisia
Sejak perebutan kekuasaan pada tahun 2021, Saied telah menindak tegas kekuasaan yang krusial.
Ini merupakan upaya untuk mengintimidasi lawan, merongrong independensi peradilan, menekan kebebasan berbicara, dan membungkam mereka yang kritis terhadap pemerintah.
Saied telah mengkonsolidasikan kekuasaan sejak ia membekukan parlemen, yang disebut oleh para kritikus sebagai 'kudeta diri'.
Sejak itu, ia secara sistematis merusak semua lembaga demokrasi.
Ia telah membubarkan Dewan Peradilan Agung, badan yang bertanggung jawab atas independensi peradilan.
Ia telah memberi dirinya sendiri wewenang untuk memberhentikan hakim atau jaksa yang kritis terhadap kekuasaannya.
Pada Juli 2022, ia mengubah konstitusi dari sistem semi-presidensial menjadi sistem hiper-presidensial, yang memberinya kekuasaan tanpa batas.
Sejak itu, ia telah meminggirkan dan memenjarakan puluhan pemimpin oposisi, jurnalis, dan aktivis hak asasi manusia.
Ia menggunakan taktik ini untuk terpilih kembali pada tahun 2024.
Para kritikus berpendapat bahwa Saied telah membalikkan kemajuan demokrasi Tunisia sejak Musim Semi Arab 2011.
(***)