Pengamat Ingatkan Gubernur: Pengangkatan Direksi BUMD Riau Harus Utamakan Kompetensi, Bukan Kepentingan Politik

R24/riko
Dahlan Tampubolon
Dahlan Tampubolon

RIAU24.COM - Pengamat ekonomi dari Universitas Riau, Dahlan Tampubolon, mengingatkan Gubernur Riau agar pengangkatan direksi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) mengedepankan kompetensi, bukan kepentingan politik. Ia menilai, jika jabatan tersebut diberikan berdasarkan pertimbangan politik tanpa memperhatikan kemampuan, maka berisiko menyebabkan kegagalan dalam memimpin perusahaan pelat merah tersebut.

Menurutnya, Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2017 tentang BUMD secara tegas mengatur beberapa kriteria yang melarang pengurus partai politik menjadi direksi. Namun, dalam praktiknya, sering kali terdapat “celah” di mana seseorang yang tidak lagi menjadi pengurus aktif tetapi masih memiliki afiliasi kuat dengan partai politik tetap bisa menduduki jabatan tersebut.

“Intinya, penunjukan direktur BUMD yang tidak memiliki kompetensi bisnis dan hanya didasarkan pada pertimbangan politik adalah resep yang sangat berisiko untuk kegagalan. BUMD yang seharusnya menjadi aset daerah justru akan berubah menjadi beban politik yang merugikan keuangan dan pembangunan daerah secara keseluruhan,” ujarnya, Sabtu 23 Agustus 2025.

Ia menambahkan, apabila direktur BUMD diisi oleh figur dari partai politik yang latar belakang pendidikannya tidak berkaitan dengan bisnis, serta minim pengalaman di bidang tersebut, maka bukan keuntungan yang diperoleh bagi daerah, justru akan menjadi beban bagi pemerintah.

“Seorang direktur BUMD itu bertanggung jawab untuk membuat keputusan strategis yang krusial, seperti investasi, pengembangan pasar, dan manajemen risiko. Tanpa pengalaman bisnis, keputusan yang diambil bisa jadi tidak tepat, tidak efisien, bahkan merugikan perusahaan,” terangnya.

Dahlan menegaskan, BUMD seharusnya menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi daerah. Namun, tanpa pemimpin yang visioner dan memahami seluk-beluk bisnis, BUMD akan kesulitan berinovasi, bersaing dengan sektor swasta, serta mengembangkan unit usaha baru yang menguntungkan.

“BUMD yang seharusnya menjadi ‘lumbung uang’ malah bisa berubah jadi ‘tong sampah’ yang terus-menerus membutuhkan suntikan dana. Biasanya, penunjukan direktur seperti ini mengandung nuansa politik, dijadikan lahan balas jasa atau bagi-bagi kekuasaan. Jangan heran kalau nanti proyek-proyek BUMD jatuh ke tangan kawan-kawannya, termasuk penunjukan vendor atau mitra bisnis yang terafiliasi secara politik tanpa mempertimbangkan kompetensi dan harga terbaik,” pungkasnya.

Ia juga menyoroti lemahnya sistem pengawasan internal di sebagian besar BUMD. Ketika pimpinan memiliki “backing” politik, hal ini dapat memperlemah fungsi pengawasan. Satuan pengawas internal pun akan kesulitan bekerja secara independen karena intervensi dari kekuasaan.

Meskipun latar belakang penting, menurut Dahlan, hal itu tidak serta merta menjadikan seseorang kompeten untuk memimpin sebuah entitas bisnis yang kompleks.

“Kurangnya pemahaman ekonomi dan manajemen dapat menyebabkan mismanajemen dan ketidakmampuan membaca dinamika pasar. Jadi, kalau ditanya dampaknya, ya jelas berdampak. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah juga bisa luntur,” tutupnya.

Diketahui, sejumlah BUMD Riau saat ini mulai diisi oleh figur baru, termasuk dari kalangan politikus. Di antaranya, Ida Yulita Susanti, politisi Partai Golkar, yang ditunjuk sebagai Direktur PT Sarana Pembangunan Riau (SPR), serta Abu Bakar Siddiq yang disebut-sebut menjabat sebagai direktur anak perusahaan PT Riau Petroleum.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak