RIAU24.COM - Presiden Prabowo Subianto menegaskan sikap tegasnya terhadap pemberian tantiem atau bonus kinerja kepada komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dalam pidatonya di Sidang Paripurna DPR terkait Rancangan APBN 2026 dan Nota Keuangan, Prabowo menyatakan, mereka yang menolak kebijakan penghapusan tantiem dipersilakan untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
Kebijakan ini disebut sebagai langkah korektif atas praktik yang dinilai tidak adil di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang kian berat.
Presiden secara terbuka menyoroti fenomena komisaris BUMN yang hanya menghadiri rapat sebulan sekali namun tetap menerima kompensasi fantastis, bahkan mencapai puluhan miliar rupiah.
“Kalau tidak setuju dengan kebijakan ini, silakan berhenti. Jangan jadikan jabatan sebagai jalan pintas memperkaya diri sendiri,” ujar Prabowo dalam pidatonya yang disambut tepuk tangan meriah oleh anggota parlemen.
Kebijakan penghapusan tantiem dinilai sebagai bagian dari upaya efisiensi dan pemerataan ekonomi.
Presiden juga menegaskan pentingnya mengurangi kesenjangan sosial dan merespons langsung rasa keadilan masyarakat yang selama ini terusik oleh ketimpangan penghasilan antara elit dan rakyat biasa.
Pengamat politik Rocky Gerung dalam perbincangannya menyebut, langkah Prabowo menunjukkan arah ideologi baru yang berbeda dari pola kapitalistik yang dominan di era pemerintahan sebelumnya.
Ia menilai, Prabowo ingin menempatkan kebijakan negara dalam kerangka berpikir konstitusional yang berpihak pada rakyat, bukan oligarki.
“Presiden ingin menghapus jarak antara rakyat dan elit. Ini bentuk koreksi terhadap ‘serakahnomik’, ekonomi yang dikendalikan oleh segelintir elit demi keuntungan pribadi,” ujar Rocky.
Rocky juga menyinggung kemungkinan bahwa keputusan ini akan menimbulkan resistensi dari kalangan komisaris yang selama ini menikmati fasilitas besar tanpa kinerja yang sepadan.
Namun, menurutnya, Presiden tengah menguji apakah jabatan publik benar-benar dijalankan untuk kepentingan bangsa, bukan sekadar menumpuk kekayaan.
Langkah penghapusan tantiem ini juga mencerminkan kehendak pemerintah untuk mengelola APBN secara lebih rasional dan bebas dari pemborosan.
Di tengah tekanan pembayaran utang dan ketidakpastian ekonomi global, Prabowo disebut tengah merumuskan arah baru pengelolaan keuangan negara yang berorientasi pada efisiensi dan dampak sosial langsung.
Di sisi lain, sejumlah analis menilai, Prabowo juga mengirim sinyal politik kepada para komisaris yang memiliki afiliasi kuat dengan pemerintahan sebelumnya.
Kritik terhadap komisaris yang berasal dari kalangan mantan tim sukses maupun eks pejabat disebut sebagai bentuk penegasan bahwa jabatan di BUMN bukanlah hadiah politik.
“Kalau jabatan komisaris hanya dijadikan tempat ‘parkir politik’, maka penghapusan tantiem adalah bentuk perlawanan terhadap praktik itu,” ujar Rocky.
Seiring dengan itu, wacana efisiensi APBN ke depan juga akan mencakup evaluasi terhadap program-program seperti makan siang gratis.
Pemerintah disebut tengah menimbang ulang efektivitas berbagai kebijakan sosial untuk memastikan bahwa anggaran negara digunakan tepat sasaran.
Langkah Prabowo menghapus tantiem juga selaras dengan instruksi kepada Danantara (lembaga pengelola investasi pemerintah) untuk menyetop pemberian bonus jika perusahaan BUMN mencatatkan kerugian. Jumlah komisaris pun akan dibatasi maksimal enam orang per perusahaan.
Sejauh ini, kebijakan tersebut diperkirakan dapat menghemat hingga Rp 8 triliun per tahun dan menjadi salah satu langkah paling tegas Presiden Prabowo dalam membenahi tata kelola BUMN sejak awal pemerintahannya.
(***)