Prabowo Kritik Keras Paham Neoliberal dalam Pidato Harlah PKB: Menetesnya 200 Tahun, Sudah Mati Kita Semua

R24/zura
Potret Presiden Prabowo subianto yang Sedang Berpidato di Harlah PKB. (Screenshot)
Potret Presiden Prabowo subianto yang Sedang Berpidato di Harlah PKB. (Screenshot)

RIAU24.COM -Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto melontarkan kritik tajam terhadap paham ekonomi neoliberal yang dinilainya tidak relevan dengan kondisi Indonesia dan bertentangan dengan prinsip dasar ekonomi konstitusional. Hal ini disampaikannya dalam pidato peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-27 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Jakarta, Rabu malam (23/7).

Dalam pidatonya, Prabowo menyentil keras logika dasar teori trickle-down effect atau efek tetesan ke bawah yang diyakini para penganut neoliberalisme. Menurut dia, teori tersebut selama ini hanya menjadi justifikasi untuk membiarkan kekayaan terpusat di tangan segelintir orang dengan harapan kekayaan itu akan ‘menetes’ dan berdampak bagi kelompok masyarakat bawah.

“Karena di mazhab neoliberal ini, menurut mereka, nggak apa-apa kalau segelintir orang tambah kaya. Menurut teori itu, lama-lama kekayaan itu akan menetes ke bawah,” ujar Prabowo.

Namun ia menegaskan bahwa kenyataan di lapangan berbicara sebaliknya. Pemerataan tidak pernah benar-benar terjadi meski teori itu terus digaungkan.

“Kenyataannya menetesnya lama banget, menetesnya 200 tahun, udah mati kita semua itu. Jadi itu nggak bener. Ndak bener! Tidak akan netes ke bawah. Bagaimana saudara merasa menetes ke bawah? Setetes pun enggak ya? Jadi kita diakal-akalin,” tegas Prabowo, disambut sorak-sorai kader PKB.

Presiden ketiga dari kalangan militer itu menilai paham neoliberal justru memperlebar jurang ketimpangan. Dalam sistem ekonomi seperti itu, menurut dia, yang kaya semakin kaya, sedangkan yang miskin tetap miskin—atau bahkan menjadi lebih miskin.

Prabowo lalu mengingatkan kembali dasar konstitusi ekonomi Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Menurutnya, arah ekonomi nasional harus berlandaskan pada asas kekeluargaan, bukan persaingan bebas yang tak terkendali.

“Asas kekeluargaan ya, seluruh bangsa Indonesia harus diperlakukan sebagai keluarga. Ini bertentangan dengan beberapa mazhab ekonomi, terutama mazhab ekonomi neoliberal,” katanya.

Pidato Prabowo ini sekaligus memperkuat pesan politik dan ekonomi yang selama ini ia sampaikan: bahwa pembangunan tidak boleh hanya bertumpu pada pertumbuhan angka makroekonomi, tetapi juga harus memastikan pemerataan hasilnya bagi seluruh rakyat Indonesia.

Seiring dengan itu, pernyataan Presiden Prabowo juga dapat dibaca sebagai sinyal arah kebijakan ekonomi pemerintahan barunya yang ingin keluar dari bayang-bayang pendekatan pasar bebas yang selama ini mendominasi.

(***)

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak