RIAU24.COM -Anggota DPR RI Komisi VIII Fraksi PDIP Selly Andriany Gantina mendesak Polri tidak hanya memproses etik Kapolres Ngada Polda NTT AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja terkait kasus asusila terhadap anak di bawah umur, pornografi hingga narkoba.
"Harus di hukum maksimal. Apalagi dia sebagai Kapolres, seharusnya memberi contoh, bukan merenggut masa depan anaknya sendiri, bener-bener perbuatan biadab," kata Selly kepada wartawan, Selasa (11/3).
Lebih lanjut, Selly menilai AKBP Fajar layak untuk dijatuhi hukuman mati setelah dijatuhi hukuman pemecatan oleh Div Propam Polri.
Ia menilai hukuman mati itu layak merujuk pada UU no 12 tahun 2022 tentang TPKS serta UU no 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Sebab, kata dia, Pasal 13 UU TPKS mengatur hukuman eksploitasi seksual yang dilakukan seseorang terhadap seseorang di bawah kekuasaannya dapat dihukum maksimal 15 tahun penjara.
Terlebih, kata dia, tindak pidana itu dilakukan secara berlapis dengan merekam tindak asusila tersebut hingga tindak pidana penggunaan narkotika.
"Artinya bila di junto kan, maka serendahnya dia bisa dikenai hukuman 20 tahun. Tapi karena bejatnya, saya pikir hukuman seumur hidup atau mati lebih pantas," jelas Selly.
"Proses hukum yang transparan dan akuntabel menjadi kebutuhan mendesak, sehingga keadilan bagi para korban dapat terwujud tanpa hambatan," sambungnya.
Sebelumnya eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja ditangkap Propam Polri terkait dugaan penyalahgunaan narkoba pada Kamis (20/2).
Kabid Humas Polda NTT Kombes Henry Novika Chandra menyebut hasil cek urine Fajar dinyatakan positif memakai sabu.
Saat ini, Fajar telah dibawa ke Mabes Polri untuk menjalani pemeriksaan. Terbaru, Kapolres Ngada diduga melakukan pencabulan terhadap tiga orang anak di bawah Umur.
Hal tersebut diungkapkan Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Kupang Imelda Manafe.
Imelda menjelaskan yang sedang ditangani DP3A Kota Kupang saat ini satu orang korban berusia 12 Tahun.
Tapi berdasarkan asesmen bertambah menjadi tiga orang berusia tiga tahun dan 14 tahun.
Ketiga korban disebut mendapatkan kekerasan seksual dari pelaku.
Aksi kekerasan seksual yang dilakukan Kapolres Ngada diduga sudah terjadi sejak pertengahan tahun 2024 lalu.
(***)