RIAU24.COM -TNI AL beserta instansi maritim dan nelayan terus membongkar pagar laut Tangerang yang kontroversial.
Hingga Sabtu (25/1/2025) pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) di perairan Kabupaten Tangerang itu sudah tercabut 13,9 km.
Meski diterpa angin dan hujan rintik-rintik, prajurit TNI AL bersama nelayan dan instansi maritim terus membongkarnya.
Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama TNI I Made Wira Hady Arsanta Wardhana mengatakan, sepanjang 13,9 Km pagar laut yang berhasil dibongkar tersebut terbagi di tiga titik.
"Hingga hari ini, Sabtu (25/1/2025) total pagar laut ilegal yang berhasil dibongkar oleh TNI AL dan masyarakat nelayan yaitu sepanjang 13,9 Km yang terbagi menjadi tiga titik," kata Wira saat dikonfirmasi Tribunnews.com.
"Adapun tiga titik yang menjadi konsentrasi lokasi pembongkaran pagar laut adalah Tanjung Pasir yang hingga saat ini berhasil membongkar total 10,5 Km, Kronjo total sepanjang 2,5 Km dan Mauk total sepanjang 900 m," lanjut dia.
Ia mengatakan sekira 450 personel tim gabungan yang terdiri dari TNI AL, Polairud, Bakamla, dan masyarakat nelayan terlibat dalam pembongkaran tersebut.
Pembongkatan pagar laut itu, kata dia, dilakukan guna membuka akses bagi para nelayan untuk mencari nafkah.
Sementara itu, pegamat politik Rocky Gerung mengatakan, polemik pagar laut Tangerang memperlihatkan kurangnya koordinasi antar-instansi pemerintah.
"Kasus pagar laut di Tangerang memperlihatkan tidak adanya koordinasi yang jelas di kabinet. Instruksi untuk membongkarnya memang sudah diberikan oleh Presiden dengan melibatkan TNI AL, tetapi hingga kini belum jelas siapa yang bertanggung jawab dan siapa yang harus dihukum," katanya dikutip dari Tribunnews.com.
Rocky juga menyoroti persoalan proyek reklamasi di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 yang menurutnya memiliki potensi menimbulkan konflik sosial berbasis etnis dan ras.
Ia mengkritik lambatnya penanganan kasus tersebut dan menilai bahwa pemerintah terkesan 'mencicil' penyelesaiannya tanpa adanya langkah konkret yang diumumkan kepada publik.
"Publik menunggu kepastian, ingin tahu siapa pejabat yang harus bertanggung jawab, tapi sejauh ini tidak ada ketegasan," tegasnya.
(***)