RIAU24.COM -Amerika Serikat (AS) kembali memveto desakan Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk menyerukan gencatan senjata di Gaza.
Washington menilai ini akan membuat Hamas semakin berani.
Perlu diketahui resolusi terbaru menuntut gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen dalam perang antara Israel dan kelompok Palestina. Ini juga termasuk pembebasan segera dan tanpa syarat semua sandera Israel di Hamas.
Duta besar Israel untuk PBB Danny Danon berterima kasih ke AS soal ini seraya mengatakan resolusi tersebut bukanlah jalan menuju perdamaian.
Melainkan peta jalan menuju lebih banyak teror, lebih banyak penderitaan, dan lebih banyak pertumpahan darah.
"Banyak dari Anda yang mencoba meloloskan ketidakadilan ini. Kami berterima kasih kepada Amerika Serikat karena telah menggunakan hak vetonya," kata Danon, dikutip AFP, Kamis (21/11/2024).
Sebenarnya sejak awal konflik, DK PBB telah berjuang untuk berbicara dengan satu suara.
Namun beberapa negara yang memiliki hak veto terus memainkan keistimewaan ini, seperti AS.
"China terus menuntut bahasa yang lebih kuat," kata seorang pejabat AS mengungkap alasan ketidaksetujuan negeri itu ke resolusi gencatan senjata terbaru.
"Rusia telah berusaha keras dengan negara-negara yang bertanggung jawab untuk mendorong resolusi terbaru," tambahnya.
Perlu diketahui, beberapa resolusi yang AS "izinkan untuk disahkan" tidak menyerukan gencatan senjata tanpa syarat dan permanen. AS sendiri biasanya tidak secara lugas memberikan lampu hijau, namun hanya bersikap abstain untuk masalah perang Gaza, sehingga diveto China dan Rusia.
"Kami menyesalkan veto yang diberikan. Terlebih lagi karena perang ini, dengan dampak kemanusiaan dan efek limpahannya, merupakan ancaman serius bagi perdamaian dan keamanan internasional," kata Wakil Duta Besar Slovenia untuk PBB Ondina Blokar Drobic.
Ini memupus optimisme para pengamat bahwa setelah kemenangan pemilihan Donald Trump, Presiden AS Joe Biden mungkin lebih fleksibel dengan masalah di Timur Tengah ini, dalam beberapa minggu terakhir kekuasaannya. Mereka berharap kejadian Desember 2016 terulang.
Ketika masa jabatan kedua presiden Barack Obama hendak berakhir dan dewan mengeluarkan resolusi yang menyerukan penghentian pembangunan permukiman Israel di wilayah pendudukan, yang pertama sejak 1979.
Kala itu AS menahan diri untuk tidak menggunakan hak vetonya saat itu, yang merupakan pemutusan dari dukungan tradisional AS untuk Israel pada isu permukiman yang sensitif.
"Sekali lagi, AS menggunakan hak vetonya untuk memastikan impunitas bagi Israel karena pasukannya terus melakukan kejahatan terhadap warga Palestina di Gaza," kata Human Rights Watch.
"Itu adalah tindakan kriminal, membunuh anak-anak dan wanita, serta menghancurkan kehidupan warga sipil di Gaza," kata Hamas.
Resolusi yang diveto pada hari Rabu juga menyerukan masuknya bantuan kemanusiaan dalam skala besar secara aman dan tanpa hambatan.
Termasuk di Gaza utara yang terkepung dan mengecam segala upaya untuk membuat warga Palestina kelaparan.
"Tidak ada pembenaran apa pun untuk memveto resolusi yang mencoba menghentikan kekejaman," kata Duta Besar Palestina untuk PBB Majed Bamya.
Perang pecah sejak Oktober 2023. Hingga kini total korban tewas karena serangan Israel mencapai 43.985 orang, sebagian besar warga sipil.
Hampir seluruh dari 2,4 juta penduduk Gaza telah mengungsi akibat perang. Bencana kemanusiaan telah terjadi di kantong Palestina itu
(***)