Pengamat Ini Kritik Nasdem yang Dukung Prabowo, Sebut: Jargon 'Perubahan' Harusnya Oposisi

R24/zura
Pengamat Ini Kritik Nasdem yang Dukung Prabowo, Sebut: Jargon 'Perubahan' Harusnya Oposisi. (X/Foto)
Pengamat Ini Kritik Nasdem yang Dukung Prabowo, Sebut: Jargon 'Perubahan' Harusnya Oposisi. (X/Foto)

RIAU24.COM -Pengamat Politik Ray Rangkuti mengkritik dukungan Partai Nasdem untuk pemerintah Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka periode 2024-2029. 

Menurut Ray Rangkuti, jika Partai yang dipimpin Surya Paloh itu setia pada narasi perubahan seharusnya Nasdem melakukan Oposisi. 

Baca Juga: Sri Mulyani Masuk Bursa Cagub DKI Jakarta dari PDIP, Stafsus Menkeu: Tidak Ada Komunikasi Sama Sekali  

Ia juga menyinggung soal PKS yang memilih berada diluar pemerintahan. 

“Kalau Nasdem setia pada jargon perubahan, ya mereka mestinya partai yang mendeklarasikan pertama kali sebagai oposisi karena jelas-jelas Nasdem itu berbeda dengan koalisinya Pak Prabowo,” kata Ray dalam acara laporan tahunan PBHI di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (26/4/2024). 

Diketahui, Nasdem berada dalam Koalisi Perubahan bersama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mendukung pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar di pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

Sementara itu, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka merupakan pasangan calon yang diusung oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang terdiri dari Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelora, dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). 

Pasangan Prabowo-Gibran membawa narasi keberlanjutan dari kebijakan yang telah dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Misalnya, pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. 

Menurut Ray, jika Nasdem mendukung pasangan Prabowo-Gibran artinya mereka mendukung kebijakan lanjutan tersebut. 

Termasuk, kebijakan Prabowo-Gibran yang akan memberi makan siang dan susu gratis. 

Baca Juga: Indonesia Emas 2045 Bakal Lebih Baik Jika Ada...  

“Sekarang kalau mereka masuk ke dalam (pemerintahan), ya artinya mereka menerima IKN, menerima makan siang gratis, dan seterusnya,” ujar Ray. 

“Jadi kalau dari jargon jelas ini bukan pertemuan yang tepat, ini adalah pertemuan yang dipaksakan. Apa yang memaksa mereka bertemu, nah kepentingan pragmatis politik,” katanya lagi.

(***) 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak