RIAU24.COM - Pertempuran Medan Area merupakan salah satu sejarah Indonesia yang tak boleh dilupakan.
Sejarah ini yakni perjuangan rakyat Sumatra Utara melawan sekutu dan Nederlandsch Indische Civiele Administratie (NICA) di Kota Medan pada 9 Oktober 1945 dikutip dari medcom.id.
Sejarah diawali dari kedatangan pasukan sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jenderal TED Kelly.
Penjajah ini awalnya disambut baik oleh pemerintah Indonesia yang dibuktikan dengan menyediakan hotel di Kota Medan.
Sayang, air susu dibalas air tuba. Konflik pertama terjadi di sebuah hotel di Jalan Bali, Medan.
Baca Juga: Dihujat Gegara Olok-olok hingga Permalukan Penjual Es, Gus Miftah Klaim Hanya Guyonan Biasa
Salah satu dari mereka menginjak-injak serta merampas lencana merah putih yang digunakan pemuda Indonesia. Setelah peristiwa itu atau tepatnya pada 13 Oktober 1945 pemuda Indonesia menyerang bule-bule ini.
Penyerangan tersebut juga merupakan upaya untuk merebut dan mengambil alih gedung-gedung pemerintahan dari kuasa Jepang.
Masalah berlanjut ke berbagai daerah di Sumatra Utara.
Sekutu turut melakukan intimidasi melalui berbagai langkah ultimatum agar bangsa Indonesia menyerahkan senjata yang mereka miliki kepada pihak sekutu.
Pada 1 Desember 1945, sekutu kembali memberikan upayanya dengan memasang papan bertuliskan “Fixed Boundaries Medan Area” di beberapa pinggiran kota Medan.
Pemuda Indonesia semakin meningkatkan perlawanannya. Lalu pada 10 Desember 1945, sekutu dan NICA melancarkan serangan besar-besaran terhadap kota Medan.
Serangan ini menimbulkan banyak korban di kedua belah pihak.
Kota Medan baru berhasil dikuasai sekutu pada April 1946 dan menyebabkan pindahnya pusat perjuangan rakyat Medan ke Pematangsiantar.
Baca Juga: Hotman Paris Disentil Psikolog Gegara Minta Donatur Ikhlaskan Uang Donasi Agus SalimĀ
Komandan pasukan kemudian berunding di Medan Area dan membentuk satu komando bernama Komando Resimen Laskar Rakyat untuk memperkuat perlawanan di Kota Medan pada 1946.
Komando ini terus menyerang sekutu di wilayah Medan hingga berakhirnya kekuasaan Belanda di Indonesia pada 1949.
Tragedi ini memakan korban sebanyak 7 pemuda meninggal dunia, 7 pihak NICA meninggal dunia, dan 96 pihak NICA mengalami luka-luka. Tak hanya itu, sebagian kota Medan yang menjadi lokasi pertempuran juga ikut hancur.