Kunjungan Menteri HAM ke Siak, Bupati Afni Soroti Tantangan Pemenuhan Hak Dasar Masyarakat

R24/lin
Kunjungan Menteri HAM ke Siak, Bupati Afni Soroti Tantangan Pemenuhan Hak Dasar Masyarakat
Kunjungan Menteri HAM ke Siak, Bupati Afni Soroti Tantangan Pemenuhan Hak Dasar Masyarakat

RIAU24.COM - SIAK — Kunjungan kerja Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia, Natalius Pigai, ke Kabupaten Siak dimanfaatkan Bupati Siak Afni Zulkifli untuk menyampaikan berbagai persoalan krusial yang dihadapi masyarakat, khususnya terkait konflik agraria dan pemenuhan hak-hak dasar warga.

Dalam dialog yang berlangsung di Balairung Datuk Empat Suku, Komplek Rumah Rakyat, Minggu (14/12/2025), Bupati Afni menyampaikan bahwa konflik agraria di Kabupaten Siak ibarat bom waktu yang sewaktu-waktu dapat meledak jika tidak ditangani secara serius dan komprehensif.

Ia mencontohkan, hanya beberapa hari setelah dirinya dilantik sebagai Bupati Siak, konflik lahan antara masyarakat dan PT SSL pecah di Kampung Tumang, Kecamatan Siak, menjadi bukti nyata rapuhnya tata kelola agraria di daerah.

“Terbukti saat saya baru saja dilantik, konflik lahan antara masyarakat dengan PT SSL di Tumang langsung terjadi,” ujar Bupati Afni di hadapan Menteri HAM.

Meski perizinan kehutanan bukan kewenangan langsung pemerintah daerah, Afni menegaskan bahwa sebagai kepala daerah, dirinya memiliki tanggung jawab moral dan konstitusional untuk memastikan hak asasi masyarakat tetap terlindungi, mulai dari hak atas tanah, air bersih, udara sehat, pendidikan, hingga layanan kesehatan.

Dalam kesempatan itu, Bupati Afni memaparkan kondisi Kabupaten Siak melalui peta wilayah. Ia menyoroti dominasi kawasan berwarna kuning yang menunjukkan Hutan Tanaman Industri (HTI).

“Warna putihnya tidak banyak. Yang mendominasi justru kuning. Karena itu, saya berharap istilah ‘hutan’ dalam kawasan industri ditinjau kembali. Hutan itu heterogen, sedangkan ini hanya satu jenis tanaman, akasia,” tegasnya.

Ia menjelaskan, sebagian besar wilayah Siak merupakan kawasan hutan dan Hak Guna Usaha (HGU). Di sisi lain, Kabupaten Siak juga memiliki dua kawasan konservasi penting yang menjadi habitat gajah dan harimau Sumatera, namun masih menghadapi ancaman illegal logging yang masif.

Berbicara soal agraria, Afni menegaskan bahwa persoalan tersebut erat kaitannya dengan hak-hak dasar masyarakat. Saat ini, kawasan HGU tersebar di 54 kampung dan 6 kelurahan, sementara HTI dan kawasan hutan berada di 63 kampung dan 2 kelurahan.

“Total ada 131 kampung dan kelurahan, dengan hampir setengah juta jiwa penduduk yang hidup di dalamnya. Banyak dari mereka belum menikmati hak dasar, seperti akses jalan ke sekolah yang layak. Saat hujan berlumpur, saat panas berdebu, karena berada di kawasan HTI,” ungkapnya.

Ia menambahkan, kondisi tersebut banyak ditemui di Kecamatan Minas, Kandis, dan Sungai Mandau. Bukan karena pemerintah daerah tidak mau membangun, melainkan karena keterbatasan kewenangan dan rumitnya perizinan lintas kementerian.

“Mestinya negara hadir. Sekolah dan fasilitas kesehatan di wilayah sulit dijangkau itu adalah hak dasar masyarakat dan bagian dari hak asasi manusia,” tegas Afni.

Bupati perempuan pertama di Negeri Istana itu berharap kehadiran Menteri HAM dapat menjadi jembatan agar aspirasi dan persoalan HAM di Kabupaten Siak tersampaikan secara utuh kepada pemerintah pusat.

Menanggapi hal tersebut, Menteri HAM Natalius Pigai menyatakan dukungan penuh terhadap langkah-langkah Bupati Afni dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat.

Menurut Pigai, Afni telah berani mengisi ruang kosong yang selama ini luput dari perhatian negara. Ia menegaskan bahwa kehadiran korporasi di suatu wilayah harus memberikan dampak positif secara nyata, baik dari sisi ekonomi, kesehatan, maupun kesejahteraan masyarakat.

“Secara statistik, kehadiran perusahaan harus membuat kesejahteraan meningkat, ekonomi membaik, dan masalah sosial berkurang. Jika tidak, berarti ada yang salah,” tegas Pigai.

Ia menyoroti tayangan video singkat yang dipresentasikan dalam forum tersebut sebagai contoh perusahaan yang gagal memberi kontribusi positif di wilayah operasionalnya.

“Mestinya korporasi hadir sebagai malaikat, bukan monster bagi masyarakat,” ujarnya lugas.Pigai menambahkan, secara moral, perusahaan seharusnya melindungi dan menjaga keberlangsungan kehidupan masyarakat di sekitarnya, bukan justru menimbulkan mudarat.

“Kalau kehadiran perusahaan hanya mengambil kekayaan dan meninggalkan penderitaan, tinggal kita tanya: untuk apa Anda datang? Jalan kecil saja tidak mampu dibangun, tapi keuntungannya luar biasa,” pungkasnya.(Lin)

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak