RIAU24.COM - Ukraina menuduh Rusia menggunakan rudal yang menyebabkan runtuhnya pakta pengendalian senjata penting era Perang Dingin dengan Amerika Serikat di masa lalu.
Menteri Luar Negeri Volodymyr Zelensky, Andrii Sybiha, mengatakan pasukan Rusia telah mengerahkan rudal jelajah 9M729 yang diluncurkan dari darat.
Senjata tersebut juga dikenal sebagai SSC-8 oleh NATO.
"Penggunaan sistem ini membuktikan pengabaian penuh Rusia terhadap norma-norma pengendalian senjata internasional," ujar Sybiha dalam sebuah pernyataan.
Rudal tersebut menjadi inti keputusan AS untuk menarik diri dari Perjanjian Kekuatan Nuklir Jarak Menengah (INF) 1987 pada tahun 2019.
AS berargumen bahwa jangkauan senjata tersebut jauh melebihi batas 500 kilometer yang tercantum dalam perjanjian tersebut.
Rusia membantah klaim tersebut.
Presiden Donald Trump saat itu secara resmi menarik AS keluar dari pakta tersebut, dengan alasan pelanggaran berulang yang dilakukan Rusia.
Hal ini terjadi setelah Zelensky mengatakan pada hari Kamis (23 Oktober) bahwa Kyiv tidak menggunakan senjata jarak jauh Amerika terhadap Rusia dalam perang yang sedang berlangsung.
Ia juga menyatakan bahwa kemampuan jarak jauh buatan dalam negeri Ukraina mencapai 3.000 km.
"Saya berharap mereka akan membuat keputusan politik, keputusan positif dengan satu atau lain cara untuk membantu Ukraina dengan dana," ujar Zelensky dalam konferensi pers di Brussels, tempat para pemimpin Uni Eropa membahas rencana tersebut.
"Rusia membawa perang ke tanah kami, dan mereka harus membayar perang ini," katanya.
Sementara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin memimpin pertemuan Masyarakat Geografis Rusia di Kremlin pada hari yang sama.
Dalam pertemuan tersebut, ia menyatakan bahwa sanksi baru yang dijatuhkan AS terhadap Moskow tidak akan berdampak signifikan terhadap perekonomian Rusia.
Ia juga mengkritik sanksi yang dijatuhkan AS, dengan mengatakan tidak ada negara yang menghargai diri sendiri yang akan melakukan sesuatu di bawah tekanan.
Sebelumnya, Rusia menolak tuntutan Presiden AS Donald Trump untuk gencatan senjata dalam perang dengan Ukraina.
Kremlin mengisyaratkan bahwa sikap Rusia terhadap perdamaian tetap tidak berubah.
Hal ini terjadi setelah Trump mengatakan pekan lalu bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin menginginkan kesepakatan damai.
Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov mengatakan tuntutan Trump untuk gencatan senjata segera, yang tiba-tiba kembali menjadi topik diskusi, bertentangan dengan apa yang disepakati pada pertemuan puncak Trump-Putin di Alaska pada bulan Agustus.
"Anda lihat, jika kita berhenti begitu saja, itu berarti melupakan akar penyebab konflik ini, yang jelas dipahami oleh pemerintah Amerika," kata Lavrov, seperti dilaporkan New York Times.
"Saya mengacu pada upaya memastikan status non-blok dan non-nuklir Ukraina, yang berarti menahan diri dari segala upaya untuk menariknya ke NATO," tambahnya.
(***)