RIAU24.COM -Skandal korupsi kembali mencoreng wajah tata kelola keuangan daerah. Kejaksaan Negeri (Kejari) Indragiri Hulu (Inhu), Riau, menetapkan sembilan orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi di tubuh Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Indra Arta. Kasus ini disebut berlangsung lebih dari satu dekade, sejak 2014 hingga 2024, dengan kerugian negara ditaksir mencapai Rp15 miliar.
“Sebanyak sembilan orang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Inhu. Saat ini mereka ditahan 20 hari ke depan di Rutan Kelas II B Rengat,” ujar Pelaksana tugas Kepala Kejati Riau, Didie Tri Haryadi, dalam konferensi pers di Pekanbaru, Kamis (2/10).
Kasus ini terbongkar setelah Inspektorat Inhu melakukan audit terhadap pengelolaan keuangan BPR Indra Arta. Hasil temuan menunjukkan adanya praktik manipulasi kredit, pencairan dana tanpa agunan sah, hingga pengambilan deposito nasabah tanpa persetujuan.
Para tersangka berasal dari berbagai level jabatan. Di antaranya, SA selaku Direktur Perumda BPR Inhu, AB pejabat eksekutif kredit, RHS teller dan kasir, KH seorang debitur, serta lima account officer yakni ZAL, KHD, SS, RRP, dan THP. Menurut penyidik, mereka berperan dalam menyetujui penyaluran kredit fiktif, kredit atas nama orang lain, hingga praktik penghapusan buku debitur macet.
“Dari hasil penyelidikan, tercatat ada 93 debitur macet dan 75 debitur masuk kategori hapus buku. Dana hasil korupsi dipakai untuk kepentingan pribadi para pelaku,” jelas Didie.
Sejauh ini, pihak Kejaksaan menyebut ada salah satu tersangka yang telah mengembalikan kerugian negara sekitar Rp1,3 miliar. Namun proses hukum terus berjalan, dan tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka akan bertambah.
Para tersangka dijerat dengan pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Skandal ini menambah panjang daftar kasus korupsi daerah yang melibatkan bank pembangunan rakyat. Kasus serupa sebelumnya kerap muncul di sejumlah daerah, menyoroti lemahnya sistem pengawasan keuangan di lembaga milik daerah.
(***)