Prabowo Disebut Bentuk 'Tim Khusus' Lawan Geng Solo, Said Didu Bongkar Orangnya 

R24/zura
Prabowo Disebut Bentuk 'Tim Khusus' Lawan Geng Solo, Said Didu Bongkar Orangnya. (Tangkapan Layar)
Prabowo Disebut Bentuk 'Tim Khusus' Lawan Geng Solo, Said Didu Bongkar Orangnya. (Tangkapan Layar)

RIAU24.COM - Isu tentang strategi politik Presiden Prabowo Subianto kembali mencuat ke ruang publik. Pengamat politik Muhammad Said Didu mengibaratkan langkah Prabowo seperti orang yang hendak menyantap bubur panas: tidak bisa langsung dari tengah, tetapi harus pelan-pelan dari pinggir agar tidak terbakar.

“Prabowo itu seperti sedang makan bubur panas. Kalau langsung disendok dari tengah bisa terbakar, jadi harus mulai dari pinggir. Begitu juga dalam menata kekuasaan,” ujar Said Didu.

Analogi ini merujuk pada upaya Prabowo melepaskan diri dari pengaruh kelompok yang disebut sebagai “geng Solo oligarki” atau “SOP” (Solo, Oligarki, Parcok). Menurut Said Didu, Presiden telah menyiapkan sejumlah figur kunci yang disebutnya sebagai “sendok”. Hingga kini, lima orang sudah terlihat menempati posisi penting, sementara dua lainnya masih disebut “rahasia”.

Lima Figur Utama

Said Didu menilai lima tokoh yang kini berada dalam lingkaran pemerintahan Prabowo memiliki peran strategis dalam menjalankan agenda reformasi dan reposisi kekuasaan.

1. Jamari Caniago — Menko Polhukam

Jamari Caniago ditunjuk sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Jabatan ini mengawasi kepolisian, TNI, dan kementerian pertahanan. Hubungan Jamari dan Prabowo memiliki sejarah panjang di militer. Jamari pernah menggantikan posisi Prabowo di Pangkostrad setelah pergantian cepat di masa Presiden Habibie.

Dengan latar tersebut, Jamari dipandang sebagai figur yang dapat memperkuat kendali pemerintah atas institusi kepolisian.

“Jamari adalah orang yang punya kedekatan lama dengan Prabowo. Dialah yang menjadi pintu masuk untuk menata ulang kepolisian,” kata Said Didu.

2. Safri Samsudin — Menteri Pertahanan

Safri Samsudin, kawan dekat Prabowo sejak masa akademi militer, kini menduduki kursi Menteri Pertahanan. Selain jabatan utama, ia otomatis menjadi Ketua Harian Dewan Pertahanan Nasional.

Menurut Said Didu, Safri diberi tugas besar untuk mengoordinasikan pengambilalihan aset negara yang dikuasai secara ilegal, termasuk perkebunan sawit dan tambang dalam skala jutaan hektar.

“Safri itu soulmate Prabowo. Dia dipercaya untuk menjalankan agenda besar: mengambil kembali aset negara yang dikuasai oligarki,” tutur Said Didu.

3. Ahmad Dofiri — Penasihat Khusus Presiden

Ahmad Dofiri, yang dikenal publik kala memecat Ferdy Sambo, diangkat sebagai penasihat khusus presiden bidang ketertiban, keamanan, dan reformasi kepolisian. Pangkatnya dinaikkan menjadi jenderal bintang empat sebelum penugasan baru. Penempatan Dofiri dinilai sinyal bahwa Presiden ingin melakukan pembenahan menyeluruh di tubuh Polri.

“Kalau Dofiri, saya melihat dia sosok yang lurus. Diharapkan bisa mengembalikan marwah kepolisian,” kata Said Didu.

4. Purbaya — Menteri Keuangan

Sebagai Menteri Keuangan, Purbaya disebut membawa agenda membuka “kotak Pandora” kebijakan ekonomi yang didominasi pemikiran Sri Mulyani. Said Didu mengkritik kebijakan era sebelumnya yang dianggap menambah beban utang negara secara signifikan.

Dengan Purbaya, Prabowo diharapkan mampu menawarkan arah ekonomi baru, sekaligus memperbaiki posisi Indonesia di kawasan ASEAN.

“Ekonomi kita dikendalikan satu orang selama lebih dari 20 tahun. Utang melonjak 10 kali lipat. Purbaya diminta membuka kotak itu,” ungkap Said Didu.

5. Rosan Roeslani — Menteri Investasi

Rosan, sebelumnya CEO Danantara, kini dipercaya mengemban jabatan Menteri Investasi. Ia juga disebut mengendalikan BUMN setelah pergeseran Erick Thohir ke pos Menteri Pemuda dan Olahraga.

Menurut analisis, penempatan Rosan bertujuan untuk menutup jalur masuk kelompok politik ke BUMN dan mencegah praktik pengisian jabatan komisaris oleh figur-figur non-profesional.

“BUMN selama ini jadi pintu masuk geng Solo. Dengan Rosan, pintu itu akan ditutup,” kata Said Didu.

Dua Sendok yang Masih Misterius

Said Didu menegaskan, lima “sendok” tadi belum cukup. Masih dibutuhkan dua figur strategis lain untuk memperkuat bidang hukum dan pemberantasan korupsi.

Pertama, posisi Menteri Hukum. Saat ini jabatan itu dipegang Yusril Ihza Mahendra, namun dinilai belum stabil karena dianggap sulit dipegang.

Kedua, lembaga pemberantasan korupsi. Baik Kejaksaan Agung maupun KPK masih dinilai menggunakan pola lama, sehingga sulit mendukung agenda perubahan besar.

“Prabowo masih butuh dua sendok lagi: hukum dan pemberantasan korupsi. Tanpa itu, bubur panas tidak akan bisa habis,” kata Said Didu.

Catatan Kritis

Meski demikian, sejumlah pengamat menilai narasi “sendok” ini lebih sebagai gambaran retoris ketimbang strategi yang sudah teruji. Politik Indonesia tidak pernah berjalan di ruang hampa. Penempatan tokoh tertentu di kursi kementerian tidak serta-merta menjamin agenda reformasi berjalan mulus.

Birokrasi panjang, tarik-ulur kepentingan, hingga kompromi politik masih akan menjadi bagian dari dinamika. Dalam praktiknya, seorang menteri bisa saja memiliki agenda berbeda dengan presiden, atau harus bernegosiasi dengan kekuatan politik lain di parlemen maupun daerah.

Selain itu, analisis bahwa tokoh tertentu otomatis “anti-geng Solo” juga masih perlu diverifikasi. Tidak sedikit tokoh yang memiliki riwayat kedekatan dengan berbagai kubu politik.

Menunggu Arah Nyata

Skenario politik ke depan bisa berjalan ke berbagai arah.

Jika semua figur bekerja sesuai harapan, Prabowo berpotensi memperkuat kontrol atas sektor keamanan, ekonomi, hukum, dan BUMN.

Jika hanya sebagian yang berhasil, maka reformasi yang diharapkan publik mungkin berjalan setengah hati.

Jika kompromi lebih dominan, narasi “sendok” bisa berakhir hanya sebagai wacana tanpa dampak nyata.

Yang bisa diuji publik adalah hasil: reformasi kepolisian, perbaikan tata kelola BUMN, penataan kebijakan ekonomi, serta keberanian menindak praktik korupsi.

Analogi bubur panas menggambarkan betapa hati-hatinya Presiden Prabowo menghadapi situasi politik yang kompleks. Namun, sejauh mana strategi ini benar-benar dijalankan masih harus dilihat dari langkah konkret dalam satu hingga dua tahun ke depan.

Bagi masyarakat, yang terpenting bukanlah siapa yang duduk di kursi menteri, melainkan apakah pemerintahan mampu menghadirkan tata kelola yang bersih, ekonomi yang stabil, dan hukum yang tegak tanpa pandang bulu.

Apakah tujuh “sendok” itu akan benar-benar hadir? Ataukah strategi ini berhenti sebatas wacana?

(***) 
 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak