Rocky Gerung Sentil Kekuasaan: Negara Makin Dominan, Rakyat Dipinggirkan

R24/zura
Rocky Gerung Sentil Hari Konstitusi: Negara Makin Dominan, Rakyat Dipinggirkan. (Screenshot)
Rocky Gerung Sentil Hari Konstitusi: Negara Makin Dominan, Rakyat Dipinggirkan. (Screenshot)

RIAU24.COM - Peringatan Hari Konstitusi 18 Agustus 2025 dinilai pengamat politik Rocky Gerung justru menyingkap jauhnya praktik bernegara dari cita-cita dasar UUD 1945. Menurutnya, negara kini makin dominan sementara rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi justru tersisih.

“Konstitusi kita lahir sebagai pintu gerbang menuju kesejahteraan, keadilan, dan kemakmuran setelah bangsa ini bebas dari kolonialisme. Tetapi dalam praktiknya, pintu itu seakan tidak pernah benar-benar dilalui karena negara menempatkan dirinya lebih tinggi daripada rakyat,” kata Rocky dalam diskusi bersama jurnalis Hersubeno Arief, dikutip dari akun @RockyGerungOfficial_2024, Senin (18/8/2025).

Rocky menegaskan kedaulatan rakyat tidak bisa diwakilkan. Pemilu hanya memberi mandat politik terbatas, bukan menyerahkan daulat rakyat sepenuhnya kepada pejabat. “Kalau kedaulatan diwakilkan, berarti rakyat kehilangan daulatnya,” ucapnya.

Menurutnya, kesalahan utama ada pada cara memahami demokrasi. Banyak pejabat menganggap dirinya mewakili kedaulatan rakyat, padahal negara hanyalah alat untuk menjalankan mandat rakyat.

“Pertanyaan etisnya, apakah penguatan negara harus dibayar dengan hilangnya kedaulatan rakyat? Ketika negara terlalu dominan, yang muncul bukan kedaulatan rakyat, melainkan kedaulatan penguasa,” jelas Rocky.

Ia mengingatkan ukuran legitimasi kekuasaan bukan soal besar anggaran pertahanan atau jumlah aparat. Yang utama adalah rasa aman rakyat.

“Negara bisa saja menebar aparat di setiap sudut kota untuk alasan keamanan. Tetapi, jika rakyat justru merasa terintimidasi, itu artinya negara gagal menjaga daulat rakyat,” katanya.

Rocky juga menyinggung lemahnya oposisi di Indonesia. Dengan hampir semua partai politik berada di barisan pemerintah, suara kritis makin terbatas. “Tanpa kritik, tanpa oposisi, tanpa suara alternatif, republik ini berisiko berubah menjadi republic of fear, republik yang dibangun atas dasar ketakutan,” ujarnya.

Ia menilai kritik publik harus dilihat sebagai bagian penting demokrasi, termasuk soal polemik dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi.

“Ini bukan percakapan antarindividu, melainkan percakapan warga negara dengan kepala negara. Dalam logika demokrasi, kecurigaan warga negara tidak mengandung unsur kriminal. Itu adalah hak rakyat untuk meminta pertanggungjawaban,” jelas Rocky.

Menurutnya, demokrasi sehat hanya mungkin jika ada ruang bebas bagi kritik dan perdebatan intelektual. Tanpa itu, pejabat publik akan makin jauh dari tanggung jawab melayani rakyat.

“Rakyatlah yang berdaulat. Negara hanya alat. Begitu logika ini terbalik, konstitusi kehilangan ruhnya, dan demokrasi berubah menjadi formalitas belaka,” kata Rocky.

Ia menutup pernyataannya dengan mengingatkan bahwa Hari Konstitusi seharusnya bukan seremoni belaka. “Negara hadir karena rakyat, bukan rakyat karena negara. Konstitusi hanya bermakna jika dijalankan berdasarkan prinsip kedaulatan rakyat, bukan dominasi kekuasaan,” pungkas Rocky.

(***)

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak