RIAU24.COM - Kasus dugaan pemalsuan ijazah Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), kembali memanas. Tim penyidik Polda Metro Jaya dikabarkan telah menyita dua dokumen penting, yakni ijazah SMA dan ijazah sarjana (UGM) milik Jokowi saat pemeriksaan di Mapolresta Solo, Jawa Tengah, Rabu (23/7/2025).
Namun, penyitaan yang dilakukan secara tertutup dan minim konferensi pers justru memicu kritik tajam dari publik, termasuk dari salah satu tokoh yang dilaporkan dalam kasus ini, Roy Suryo.
Dalam program Interupsi yang tayang di iNews TV, Kamis (24/7), pakar telematika Roy Suryo menyampaikan keraguannya terhadap kabar penyitaan ijazah milik Jokowi. Ia menilai, jika benar dilakukan penyitaan, maka seharusnya aparat penegak hukum menyampaikan berita acara resmi kepada publik.
"Karena naik ke penyidikan, harusnya semua jelas. Kalau benar ijazah sudah disita, tunjukkan bukti berita acara penyitaannya. Minimal ada konferensi pers, baik di Solo atau di Polda Metro," kata Roy.
Roy juga menyoroti lokasi dan perlakuan khusus dalam pemeriksaan Jokowi yang dilakukan di ruang lounge mewah di Mapolresta Solo. Menurutnya, hal ini justru berpotensi menciptakan standar ganda di hadapan hukum.
"Saya khawatir ini akan jadi preseden buruk. Nanti banyak orang yang minta diperiksa di lounge juga, karena katanya Presiden adalah rakyat biasa," ujarnya.
Sorotan: Lokasi Pemeriksaan dan Perlakuan Istimewa
Roy menyebut, bila Jokowi bisa diperiksa di Solo, maka para terlapor pun seharusnya bisa memilih lokasi pemeriksaan sesuai domisili masing-masing.
"Sahabat saya, Rismon, bahkan bilang, kalau begitu saya minta diperiksa di Balige. Jokowi boleh, kenapa yang lain tidak?" ucap Roy.
Pernyataan ini mencerminkan kekhawatiran terhadap independensi dan kesetaraan proses hukum, terutama ketika menyangkut tokoh negara sekelas mantan presiden.
Jokowi Diperiksa 3 Jam, 45 Pertanyaan Diajukan
Pemeriksaan terhadap Jokowi dilakukan sebagai pelapor atas kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkannya ke Polda Metro Jaya. Dalam pemeriksaan tersebut, ia mengaku dicecar 45 pertanyaan oleh penyidik dan menyerahkan dua ijazah asli—SMA dan Sarjana UGM—yang langsung disita sebagai barang bukti.
"Sudah dilakukan tadi, penyitaan ijazah asli S1 dan SMA. Saya diperiksa bersama 10 saksi lainnya, total ada 11 saksi," ungkap Jokowi kepada awak media usai diperiksa, seperti dilansir detikJateng.
Jokowi menyatakan akan mengikuti seluruh proses hukum hingga tuntas.
"Kita ikuti, kita hormati seluruh proses hukum sampai nanti di pengadilan," tegasnya.
Isu Populer: Unggahan Ijazah PSI dan Sosok Dosen Pembimbing
Dalam pemeriksaan itu, Jokowi juga ditanyai soal unggahan foto ijazah oleh kader PSI, Dian Sandi Utama, yang sempat viral di media sosial. Ia menegaskan tidak pernah memberikan perintah kepada Dian untuk mengunggah dokumen tersebut.
"Saya bertemu saat Mas Dian Sandi meminta maaf karena telah memposting ijazah S1 saya. Tidak ada perintah dari saya untuk mengunggah itu," tegasnya.
Selain itu, penyidik juga mengklarifikasi soal dosen pembimbing saat kuliah di UGM. Jokowi menyebut Ir. Kasmudjo adalah dosen pembimbing akademik, namun pembimbing skripsinya adalah Prof. Dr. Ir. Achmad Sumitro.
"Itu untuk memperjelas saja. Pak Kasmudjo memang pembimbing saya, tapi bukan untuk skripsi," terang Jokowi.
Kuasa Hukum: Belum Ada Penetapan Tersangka
Kuasa hukum Jokowi, Yakub Hasibuan, menjelaskan bahwa pemeriksaan ini dilakukan karena status laporan telah naik ke tahap penyidikan. Namun, hingga saat ini, belum ada informasi soal penetapan tersangka.
"Penyidikan masih baru dimulai. Pak Jokowi baru diperiksa sebagai pelapor. Kami belum mendapat informasi terkait siapa yang akan ditetapkan sebagai tersangka," ujarnya.
Kontroversi yang Tak Kunjung Reda
Kasus ini mencuat sejak 2022, ketika aktivis Bambang Tri Mulyono menggugat keabsahan ijazah Jokowi. Gugatan sempat ditolak pengadilan, namun isu terus berkembang di ruang publik dan media alternatif seperti YouTube, terutama menjelang masa transisi pemerintahan pasca Jokowi.
(***)