Poin-poin Pembelaan Tom Lembong atas Vonis 4,5 Tahun Penjara dari Majelis Hakim 

R24/zura
Poin-poin Pembelaan Tom Lembong atas Vonis 4,5 Tahun Penjara dari Majelis Hakim. (Screenshot)
Poin-poin Pembelaan Tom Lembong atas Vonis 4,5 Tahun Penjara dari Majelis Hakim. (Screenshot)

RIAU24.COM -Tim penasihat hukum eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong), menyatakan poin-poin keberatan atas vonis 4,5 tahun penjara dari majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Mereka menilai putusan hakim mengabaikan fakta-fakta persidangan serta tidak membuktikan adanya niat jahat (mensrea) dari terdakwa.

“Dari tuntutan dan juga dari putusan, tidak ada menyebutkan tentang mens rea, niat jahat. Jadi terbukti lah dalam persidangan ini, Pak Thomas Trikasih Lembong tidak memiliki niat jahat dalam tindakan ini,” kata penasihat hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, dalam keterangannya usai sidang, Jumat (18/7/2025).

Menurut Ari, uraian mengenai perbuatan melawan hukum yang dibacakan majelis hakim dalam sidang hanya menyalin isi tuntutan jaksa tanpa mempertimbangkan pembelaan maupun keterangan para ahli dan saksi yang dihadirkan di persidangan.

Ari juga mengkritik substansi pertimbangan hukum dalam vonis majelis hakim. Menurut dia, sejumlah poin yang dibacakan dalam amar putusan, termasuk soal tuduhan pertemuan Tom Lembong dengan para pengusaha swasta, tidak pernah terbukti dalam sidang.

Dia menyebut hakim hanya mengandalkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tanpa memeriksa ulang keabsahan keterangan tersebut selama proses persidangan.

"Nah, misalnya kami ambil contoh tentang adanya pertemuan Pak Tom Lembong dengan para pengusaha swasta. Dalam persidangan tidak ditemukan fakta itu. Bahkan staf khusus yang disebut namanya tadi, ternyata dalam persidangan mengatakan dia tidak pernah membawa-bawa nama Pak Tom Lembong sebagai pimpinan," ucap dia.

"Inilah yang kita kecewa atas putusan tersebut. Betul-betul hakim tidak melihat fakta-fakta persidangan. Jadi semuanya asumsi-asumsi," sambung dia.

Dia juga menyebut majelis hakim keliru saat menafsirkan kewenangan Tom Lembong sebagai menteri teknis. Ari menilai, hakim mengesampingkan peran dan mandat yang secara hukum melekat pada jabatan Menteri Perdagangan, termasuk dalam menerbitkan izin impor.

"Karena perpres tidak bicara soal rakotas. Jadi ini memanipulasi betul fakta-fakta yang seharusnya diungkapkan oleh hakim dalam persidangan. Nah, jadi tadi Pak Tom Lembong hanya dianggap melanggar beberapa peraturan-peraturan," ucap dia.

"Sehingga dianggap sebagai menteri tidak cakap, tidak baik. Itu yang dianggap oleh hakim tadi. Nah, kaitan dengan keuangan sudah clear bahwa Pak Tom Lembong tidak menerima apapun. Dan mens rea tidak ada satupun mens rea," tambah dia.

Dampak Vonis Tom Lembong ke Pejabat Negara

Lebih lanjut, Ari Yusuf menekankan putusan ini dapat menjadi preseden buruk bagi para pejabat publik. Ia menyebut, apabila vonis tersebut dibiarkan, maka pejabat negara akan takut mengambil kebijakan karena khawatir dikriminalisasi di masa depan.

"Jadi keputusan ini kalau tidak ditinjau ulang bahaya. Bahaya sekali bagi semua pejabat-pejabat negara, bagi semua menteri-menteri. Ketika 5-10 tahun mendatang, mereka mengambil kebijakan-kebijakan saat ini, maka mereka siap-siap akan terkena perkara korupsi. Itu bahaya sekali. Akibatnya apa? Para pejabat, para menteri tidak akan berani mengambil kebijakan," papar dia.

Meski belum memutuskan langkah hukum lanjutan, tim penasihat hukum menyatakan kemungkinan besar akan mengajukan upaya banding.

"Untuk sikap kami yang selanjutnya kami masih pikir-pikir. Tapi tentunya dalam kondisi ini, peluang besar kami akan melakukan banding," tandas dia.

Sementara itu, penasihat hukum lainnya, Dodi S Abdulkadir, menambahkan, putusan hakim mengabaikan seluruh proses pengambilan kebijakan yang menjadi bagian dari tugas dan tanggung jawab seorang menteri.

Menurut dia, keterangan para saksi dalam persidangan telah menjelaskan secara rinci bahwa Tom Lembong tidak melakukan tindakan yang menguntungkan diri sendiri maupun orang lain, serta tidak terbukti menyebabkan kerugian negara.

(***) 
 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak