RIAU24.COM -Isu dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo kembali memanas dan tak kunjung reda.
Kali ini, seorang kader senior PDI Perjuangan, Betor Suryadi, membuat pernyataan mengejutkan: ia meyakini 90 persen bahwa ijazah Presiden Jokowi dibuat di Pasar Pramuka.
Keyakinan itu, menurutnya, berdasarkan informasi langsung dari saksi-saksi kunci yang hadir saat penyusunan dokumen administrasi pencalonan Jokowi di Pilkada DKI 2012 dan Pilpres 2014.
Pengamat politik Rocky Gerung menyebut perkembangan ini sebagai eskalasi serius dalam krisis etika yang menggerus legitimasi moral mantan Presiden dua periode tersebut.
“Pasar Pramuka itu bukan sekadar tempat jual beli obat. Semua anak Jakarta tahu bahwa sejak dulu, Pasar Pramuka juga pusat pemalsuan skripsi dan ijazah. Kalau itu yang disebut Betor sebagai lokus delikti, maka fokus penyelidikan harus mengarah ke sana,” ujar Rocky dalam kanal YouTube-nya, menanggapi pernyataan Betor.
Menurut Rocky, penyebutan Pasar Pramuka bukan tudingan sembarangan,
“Itu bukan satire. Itu indikator historis. Di sana sejak era 90-an terang-terangan ada papan bertuliskan 'terima cetak ijazah'. Ini bukan fiksi. Ini realitas Jakarta. Kalau Betor menunjuk ke situ, itu serius,” ujarnya.
Rocky melihat ini sebagai titik balik: dari perdebatan publik yang sebelumnya dibingkai sebagai teori konspirasi atau tuduhan politis, kini telah bergeser menjadi dorongan akademis berbasis riset forensik.
Ia menyebut, “Begitu disebut Pasar Pramuka, semua jadi masuk akal. Bukti tak lagi ditutup-tutupi. Ada keberanian baru, dan rakyat pantas bertanya: apakah benar negara pernah dipimpin oleh seseorang yang menyembunyikan kejujuran administratifnya?”
Rocky Gerung menekankan bahwa ini bukan sekadar persoalan hukum positif yang mengandalkan asas “siapa yang mendalilkan, dia yang membuktikan”.
Dalam kasus kepala negara, kata Rocky, kejujuran adalah prinsip publik, bukan privasi.
“Presiden itu bukan warga biasa. Dia domain publik. Anda tidak bisa berdalih ini soal pribadi. Anda bukan lagi Joko Widodo dari Solo, Anda kepala negara,” ucapnya tajam.
Ia mengkritik keras respons pengacara Jokowi yang cenderung membentengi kliennya dengan dalil formalistik. “Kepala negara harus menjawab pertanyaan warga, bukan malah melaporkan warga yang bertanya. Ini bukan soal dendam. Ini panggilan moral.”
Rocky juga mempertanyakan kenapa akses penelitian terhadap ijazah Jokowi selalu tertutup rapat. Menurutnya, ada hak publik yang lebih tinggi dari sekadar perlindungan privasi pejabat.
“Apa hak publik untuk tahu? Ya hak moral warga negara. Kita punya hak riset, hak akademis, hak etis untuk memastikan kepala negara selama 10 tahun tidak pernah berbohong. Kalau memang ijazah itu asli, kenapa tidak dibuka saja?” katanya.
Ia menambahkan, jika Jokowi benar memiliki ijazah asli, maka pembuktian bukan hal yang menakutkan.
“Pinjamkan sebentar saja untuk diverifikasi forensik. Selesai. Kalau ternyata palsu, ya itu konsekuensi moral dan politik. Kalau asli, malu besar buat oposisi. Tapi saat ini yang terjadi adalah penutupan akses. Itu mencurigakan,” kata Rocky.
Dalam sesi paling tajam, Rocky menyebut Jokowi sebagai “raja tipu” yang telah meninggalkan jejak panjang kebohongan sejak awal masa kekuasaan.
“Soal pertumbuhan ekonomi 10 persen, lapangan kerja 19 juta, mobil SMK, semua jadi preseden. Sekarang, publik menduga ijazah pun bagian dari skema tipu-menipu itu,” sindirnya.
Ia menambahkan bahwa kepercayaan publik terhadap Jokowi sudah tergerus jauh. “Satu kali lancung ke ujian, seumur hidup orang takkan percaya. Itu pepatah lama yang kini hidup kembali dalam kasus ini,” ungkap Rocky.
Rocky bahkan menyoroti kondisi psikis Presiden Jokowi pasca-masa jabatannya.
“Saya kira ini tekanan luar biasa. Secara fisik beliau mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Tekanan batin bisa jadi penyebabnya. Karena tekanan psikologis akibat kasus yang belum selesai itu berat,” katanya.
Ia menyebut bahwa solusi terbaik adalah membuka akses riset independen atas dokumen ijazah, bukan menutupnya dengan ancaman hukum.
Rocky juga menyinggung bahwa isu ini bukan soal menjatuhkan pemerintahan Prabowo Subianto mendatang. Justru sebaliknya, membiarkan kasus ini terbuka akan menyelamatkan kredibilitas pemerintahan berikutnya.
“Prabowo tak akan terganggu. Justru akan terganggu kalau kasus ini tidak dituntaskan. Karena rakyat ingin kejelasan, bukan pembiaran. Ini bukan urusan masa lalu. Ini soal pondasi moral negara ke depan,” ujar Rocky.
Rocky Gerung menutup pernyataannya dengan kalimat tegas. “Kalau benar ijazah itu asli, mari bersihkan nama Jokowi dan keluarganya. Tapi kalau palsu, jangan biarkan sejarah mencatat bahwa kita semua tutup mata. Ini soal tanggung jawab publik. Ini soal sejarah republik.”
Bagi Rocky, ini bukan hanya tentang Jokowi sebagai individu, tapi tentang Jokowi sebagai simbol dari tanggung jawab moral seorang kepala negara. Dan sejarah, katanya, tidak pernah memberi pengampunan bagi kebohongan yang dipelihara terlalu lama.
(***)