RIAU24.COM - Warga Palestina di Gaza menghabiskan Idul Fitri dalam kesedihan alih-alih perayaan.
Serangan udara, kekurangan makanan, dan perang yang sedang berlangsung mengubah festival menjadi hari bertahan hidup.
Di Rafah, mayat 14 pekerja darurat ditarik dari puing-puing seminggu setelah serangan Israel, yang digambarkan sebagai serangan paling mematikan terhadap pekerja Palang Merah dan Bulan Sabit Merah sejak 2017.
Tidak ada perayaan
Idul Fitri biasanya merupakan waktu untuk shalat, pesta, dan pakaian baru untuk anak-anak.
Tetapi tahun ini, banyak orang di Gaza berdoa di luar masjid yang hancur, berjuang untuk mencari makanan.
"Ini adalah Idul Fitri," kata Adel al-Shaer, yang kehilangan 20 anggota keluarga, termasuk empat keponakan muda.
"Kami kehilangan orang yang kami cintai, anak-anak kami, hidup kami dan masa depan kami," tambahnya.
Israel melanjutkan operasi militernya awal bulan ini, memotong makanan dan bantuan ke Gaza.
Serangan baru menyusul penolakan Hamas terhadap perubahan kesepakatan gencatan senjata.
Akankah gencatan senjata terjadi?
Mediator Arab mencoba untuk memulai kembali pembicaraan damai.
Hamas menerima proposal baru dari Mesir dan Qatar, sementara Israel menanggapi dengan tawaran balasan yang didukung oleh AS. Rincian negosiasi masih belum jelas.
Serangan Bulan Sabit Merah memicu kemarahan
Bulan Sabit Merah Palestina melaporkan bahwa delapan petugas medis dan lima pekerja pertahanan sipil tewas di Rafah. Beberapa mayat dilaporkan ditemukan terikat dan ditembak. Serangan itu disebut sebagai kejahatan perang, dengan seruan untuk penyelidikan internasional.
Militer Israel mengklaim menembaki kendaraan yang bergerak mencurigakan tanpa sinyal darurat, dengan mengatakan sembilan teroris tewas.
(***)