Pasukan Israel Disebut 'Kibarkan Bendera Putih' Saat Netanyahu Ingin Serang Rafah, Pertanda Menyerah?

R24/zura
Pasukan Israel Disebut 'Kibarkan Bendera putih' Saat Netanyahu Ingin Serang Rafah, Pertanda Menyerah?. (Tangkapan Layar dream.co.id)
Pasukan Israel Disebut 'Kibarkan Bendera putih' Saat Netanyahu Ingin Serang Rafah, Pertanda Menyerah?. (Tangkapan Layar dream.co.id)

RIAU24.COM -Pemberitaan baru muncul dari perang Israel di Gaza. 

Dilaporkan bagaimana total 30 anggota tentara Israel, Pasukan Pendudukan Israel (IOF), membelot dan menolak mematuhi perintah invasi darat di kota Rafah, Gaza.

Baca Juga: Ditembak Kakek 71 Tahun hingga Kritis, PM Slovakia Mulai Bisa Bicara  

Dikutip dari laman Almayadeen, yang mengutip media Israel Channel 12, dilaporkan bagaimana mereka mengaku kelelahan dengan perang. 

Para prajurit 'mengibarkan bendera putih', tidak mampu melanjutkan pertempuran yang hampir tujuh bulan berlangsung.

"Pasukan dari kompi pasukan terjun payung cadangan yang tergabung dalam Brigade Pasukan Terjun Payung reguler dilaporkan menerima perintah untuk mempersiapkan aksi di Rafah," kata Channel 12 memberitakan, dikutip Kamis (2/5/2024).

"Namun mereka kemudian memberi tahu atasan mereka bahwa mereka tidak akan datang karena mereka tidak lagi mampu melakukannya," tambah laporan itu.

Pejabat Angkatan Darat Israel sendiri sudah mengatakan bahwa mereka tidak akan memaksa personel cadangan untuk ikut serta dalam invasi. 

Namun penolakan mereka dikatakan sebagai indikasi jelas berkurangnya pasukan cadangan setelah pertempuran berbulan-bulan.

Laman yang sama juga memberitakan bagaimana media Channel 7 Israel melaporkan bahwa lebih dari seratus perempuan yang wajib militer di Israel menolak menjadi tentara pengintai di dekat garis pemisah dengan Gaza. 

Laporan itu mengatakan ini adalah sejumlah besar penolakan memang sudah terjadi di unit tersebut.

Sementara itu, mantan kepala Direktorat Operasi IOF Israel Ziv menyatakan penolakan terhadap serangan militer apa pun di Rafah wajar di tengah tidak adanya rencana tata kelola pasca operasi. Dia bahkan mengklaim itu sama saja operasi "bunuh diri".

"Hamas sedang melakukan penyergapan strategis terhadap IOF," katanya,

"Akan jadi bencana bagi Israel," tambahnya.

Ia mencatat bahwa invasi Rafah mempunyai risiko yang tinggi, lebih tinggi dibandingkan semua yang dilakukan IOF di Gaza. Hal itu mengingat fakta bahwa Rafah adalah sebuah wilayah yang strategis, tempat yang sangat ramai dan sulit untuk "diperjuangkan".

"Belum lagi kepekaan AS dan Mesir terhadapnya," ujarnya menyebut sekutu Israel Amerika Serikat dan tetangga Rafah, Mesir.

Sebelumnya, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu berjanji untuk melancarkan serangan ke kota Rafah di Gaza selatan. 

Padahal kota itu tempat ratusan ribu warga Palestina berlindung dari perang yang telah berlangsung sejak Oktober.

Baca Juga: Perang Gaza: 5 Tentara Israel Tewas Setelah Tank IDF Menembaki Mereka  

Komentar Netanyahu muncul beberapa jam sebelum Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken tiba di Israel untuk memajukan perundingan gencatan senjata, yang tampaknya menjadi salah satu putaran negosiasi paling serius antara Israel dan Hamas sejak perang dimulai, Selasa. 

Kesepakatan itu dimaksudkan untuk membebaskan sandera, memberikan bantuan kepada masyarakat dan mencegah serangan Israel ke Rafah, serta potensi kerugian bagi warga sipil di sana.

(***) 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak