RIAU24.COM - Sejak menjabat sebagai Presiden, Joko Widodo (Jokowi) selalu menggembar-gemborkan pembangunan infrastruktur. Salah satu alasannya, Infrastruktur dibangun untuk meningkatkan daya saing.
Menurut Jokowi, pembangunan infrastruktur bertujuan untuk memangkas biaya ekonomi dan menciptakan efisiensi. Hasilnya adalah ekonomi yang berdaya saing, bisa berkompetisi dengan negara-negara lainnya.
Demi membangun infrastruktur, Jokowi mereformasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Belanja-belanja konsumtif seperti subsidi dipangkas dan dialihkan ke anggaran produktif belanja modal. Pada 2015, anggaran infrastruktur dalam APBN bernilai Rp 256,1 triliun. Tahun ini, pos tersebut mendapat anggaran Rp 415 triliun.
Akan tetapi, kabar kurang sedap datang dari World Economic Forum. Seperti dilansir CNBC Indonesia, dalam laporan Global Competitiveness Report 2019, Indonesia berada di peringkat 50 dari 141 negara. Turun lima setrip dibandingkan tahun sebelumnya.
Dalam laporan WEF, Indonesia mengumpulkan skor 64,6 atau turun tipis 0,3 dibandingkan tahun lalu. Adapun kekuatan utama Indonesia menurut WEF adalah pasar dengan nilai 82,4 dan stabilitas ekonomi dengan poin 90.
Sementara itu, Singapura menempati urutan pertama dalam laporan tersebut sebagai negara yang memiliki daya saing terbaik dengan skor 84,8. Di Asia Tenggara, Indonesia berada di posisi keempat setelah Singapura yakni Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro berkilah, persoalan regulasi menjadi alasan peringkat daya saing Indonesia masih kalah dari negara lain. "Ya karena regulasi kita terlalu rumit dan institusi pemerintah yang belum terlalu ramah investasi," kata Bambang.***